Page 3 - KLIPING BELMAWA03042019 (SORE)
P. 3
yang lulus dari program ini akan memperoleh gelar advokat dan sertifikat profesi advokat.
Padahal, menurut Halimah, pada Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Advokat, telah menyebutkan dengan tegas bahwa Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi yang bebas dan mandiri. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.
"Kesimpulan kami Permenristekdikti itu nampak ingin mengambil alih kewenangan dan mencampuri kemandirian organisasi profesi advokat," kata Halimah.
Ia mengaku tak mengerti pertimbangan Kemenristekdikti membuat beleid tersebut. Padahal ia menilai saat ini pendidikan advokat saat ini sudah dilakukan bekerjasama dengan Fakultas Hukum yang minimal akreditasinya B.
"Ini artinya perguruan tinggi sudah terlibat dalam menjaga kualitas pendidikan calon advokat," kata Halimah.
Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan, Ahmad Muhibullah, juga menilai Permenristekdikti ini akan mempersulit akses seseorang untuk menjadi advokat. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan akan lebih besar.
"Di LBH Keadilan ada sejumlah mahasiswa yang sedang magang, mereka sudah khawatir akan mahalnya biaya untuk menjadi advokat" ujar Muhib.
Atas dasar itu, baik Halimah maupun Munib meminta agar Menteri Ristekdikti mencabut Permenristekdikti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat. Baca juga: 1.200 Lebih Startup Jadi Binaan Kementerian Riset
Tempo sudah berusaha meminta keterangan dari pihak Kemenristekdikti, tetapi belum ada respons. Menteri Ristekdikti Mohamad Nasir dan Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Ainun Naim telah dihubungi lewat telepon, tetapi tidak diangkat. Pesan melalui WhatsApp juga belum ada tanggapan.