Page 14 - KLIPINGBPPT06072019PAGI
P. 14
seperti mengatasi kebakaran hutan dan lahan, sebagai upaya mitigasi bencana," kata dia.
Meski begitu Hammam tetap menyerahkan keputusan rencana menggunakan hujan buatan kepada Pemprov DKI Jakarta.
"Untuk hal ini kami istiqomah ya, kami semangat jika DKI memang mau benar menerapkan teknologi anak bangsa, yakni teknologi modifikasi cuaca untuk mengatasi polusi udara di wilayah DKI Jakarta," ujar Hammam. Lihat juga: DKI Gandeng TNI AU Buat Hujan Buatan untuk Atasi Polusi Udara
Gubernur Anies sebelumnya mengklarifikasi rencana Pemprov DKI menggunakan hujan buatan. Anies menyebut rencana itu belum matang. Dia pun menyayangkan BPPT yang telah mengumumkan itu kepada publik.
"Menurut saya BPPT offside, tuh. Jadi sebelum matang sebelum semuanya siap baru kita... Kalau kita hanya menjadi perdebatan saja," kata Anies di Balai Kota Jakarta, hari ini.
Rencana menggunakan hujan buatan dipicu oleh kualitas udara di ibu kota yang menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir. Berdasarkan data alat pemantau kualitas udara DKI Jakarta, konsentrasi rata-rata tahunan untuk parameter Ozone (O3), PM 10 dan PM 2.5 atau selalu melebihi ambang batas normal.
Lihat juga: Polusi Udara Jakarta Memburuk, Jokowi-Anies Digugat 31 Warga Dalam catatan alat pemantau kualitas udara Kedutaan Amerika Serikat pada Januari hingga Oktober 2018, masyarakat Jakarta Pusat menghirup udara "tidak sehat" selama 206 hari untuk parameter PM 2.5. Sedangkan di Jakarta Selatan, total hari dengan kualitas udara yang buruk mencapai 222 hari.
Alat pemantau tersebut mencatat partikel debu halus yang dihirup manusia yakni PM 2.5 ada di atas 38 μg/m3, bahkan di hari-hari tertentu mencapai 100 μg/m3. Sementara World Health Organization (WHO) menentukan ambang batas aman udara yang dihirup manusia untuk PM 2.5 adalah 25 μg/m3.
Pelaksana tugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Andono Warih menyatakan angka polusi udara di Jakarta paling banyak disumbangkan oleh transportasi sekitar 75 persen. Sisanya, polusi udara disumbangkan oleh aktivitas industri dan domestik.
"75 persen itu transportasi. Selebihnya, ya, aktivitas industri dan domestik. Kita juga berkontribusi, jangan lupa. Tapi utamanya kalau Jakarta transportasi," jelas dia