Page 9 - KLIPINGBELMAWA160219
P. 9

tertulis alias undangan ini. Sebagian dari mereka menjadi cemas dengan masa depannya yang sebenarnya memang penuh ketidakpastian.
Siswa yang tidak didaftarkan untuk mengikuti SNMPTN bisa mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Sisi terangnya, SBMPTN tidak memperhitungkan akreditasi sekolah dan prestasi siswa. Sisi gelapnya, ada tes tertulis yang menuntut kemampuan dan usaha dalam mengerjakan ujian.
Jalur terakhir yang tersedia, yakni jalur mandiri. Misalnya, Universitas Indonesia memiliki jalur seleksi mandiri bernama Seleksi Masuk Universitas Indonesia (SIMAK UI). Seleksi mandiri ini berbeda di setiap PTN. Ada yang mengharuskan ujian tertulis, ada yang berdasarkan hasil SBMPTN.
Dengan kondisi tersebut, selain ketegangan soal masa depan setelah lulus SMA, bisa jadi ada dua ketegangan yang dialami oleh siswa. Pertama, ketegangan harus menghadapi ujian tertulis. Kedua, ketegangan harus menghadapi persaingan dengan ribuan orang lain.
Ketegangan-ketegangan lain yang mungkin muncul tentu bervariasi tergantung pada latar belakang si siswa. Siswa bisa saja tegang lantaran orang tuanya sudah mencurahkan segara materi untuk membuatnya ikut les macam-macam demi meningkatkan pengetahuannya.
Siswa bisa saja tegang lantaran tekanan orang-orang terdekat yang sukses masuk PTN. Siswa bisa saja tegang lantaran ucapan-ucapan guru yang membuat motivasi hilang. Yang juga sangat mungkin membuat siswa semakin tegang adalah media sosial.
Media sosial adalah cara berkomunikasi masa kini. Remaja kerap bertukar pesan lewat media sosial mulai dari media sosial berjaringan seperti Instagram dan Twitter hingga media sosial berbasis percakapan seperti Whatsapp dan Line.
Media sosial menawarkan ruang ‘pelarian’ bagi remaja. Direktur Laboratorium Penelitian Psikoterapi dan Emosi di Pusat Anxiety dan Disorder Terkait di Universitas Boston, Amerika Serikat, Stefan G Hofmann, menjelaskan komunikasi termediasi komputer menawarkan beberapa fitur utama yang mungkin menarik bagi individu.
Fitur utama itu seperti komunikasi berbasis teks dengan sinyal suara dan visual yang minim. “Anonimitas, dan asinkronisitas seperti tidak ada kebutuhan mendesak untuk merespons,” kata Hoffman dilansir Psychology Today pada 13 Februari 2019.
Di sisi lain, media sosial juga dapat memperburuk tekanan yang dirasakan oleh siswa untuk medapatkan pencapaian tertentu. Sebab, di media sosial, remaja akan mudah mendapatkan contoh-contoh sukses dibandingkan menerima kegagalan. Akibatnya, hal itu akan membuat mereka untuk membandingkan diri mereka dengan contoh sukses tersebut.
Lalu, apa yang bisa dilakukan orang dewasa dalam hal ini? Saya mencoba


































































































   7   8   9   10   11