Page 12 - KLIPINGBELMAWA26032019(sore)
P. 12
Ia menilai cerpen yang dipublikasikan Suara USU terlalu vulgar dan berbahaya.
"Memang betul, kami tak bisa membatasi karya seseorang, tapi perhatikan juga di mana dipublikasikannya. Atas nama Suara USU. Menggunakan nama USU. Kalau dikumpulkan seluruh alumni USU dan Suara USU, pasti tak akan setuju. Karena ada konten pornografi. Ini semua untuk nama baik USU," katanya defensif.
Runtung juga menanggapi pendapat banyaknya pihak yang menilai pemecatan dan reorganisasi redaksi sebagai bentuk intervensi pers.
"Suara USU itu Unit Kegiatan Mahasiswa. Ada SK Rektor. Masak itu disebut intervensi? Nanti kalau AD/ART organisasi mereka berisi macam-macam, bagaimana? AJI [Aliansi Jurnalis Independen] jangan mengurusi kayak gini. Ini UKM, urusannya kampus USU. Ini bukan pers mahasiswa, tapi UKM," katanya.
Ia juga menilai, pihak-pihak yang mendukung Suara USU atas nama kebebasan berekspresi dan menganggap cerpen tersebut merupakan hal yang biasa adalah orang yang harus belajar moral dan etika terlebih dahulu.
Saat pertemuan dengan redaksi Suara USU, Runtung mengaku mengundang ahli bahasa, Kepala Program Studi Sastra Indonesia FIB USU, hingga pembina Suara USU sendiri yang mengatakan bahwa cerpen tersebut sudah berlebihan.
"Sejak kasus cerpen itu, saya sudah ditelepon banyak orang. Mahasiswa luar USU banyak yang bertanya. Pemerintah Mahasiswa (semacam BEM) USU juga katanya mau geruduk Suara USU, cuma saya larang."
Dalam pernyataan sikap yang diterima redaksi Tirto, Suara USU mengatakan bukan kali ini saja mereka mengangkat isu seksualitas. Tahun 2010, Suara USU pernah membuat laporan mengenai fenomena transgender di Medan, juga 2013 ketika menerbitkan laporan diskriminasi LGBT di kampus,
Namun dari dua kasus ini, tak pernah sekalipun rektorat mempermasalahkannya.
Soal ini, Runtung mengaku peringatan di zamannya menjabat hanya bentuk kepedulian terhadap awak redaksi Suara USU itu sendiri. Runtung jadi rektor dari 2016 hingga 2021.
"Kalau ada rektor menganggap biasa saja, pemimpin itu enggak peduli. Kalau diam, mungkin rektor tidur, tidak menjalankan amanat. Masa lalu, saya enggak tahu. Masing-masing kepemimpinan beda-beda."