Page 100 - KLIPINGBPPTIEMS2019
P. 100
Hammam mengatakan, ada ba nyak hal yang perlu dipertimbangkan dan disiapkan untuk membangun ekosistem tersebut, sehingga kendaraan listrik dapat digunakan masyarakat secara luas. Dia mengaku, Technology Readiness Levels (TRLs) atau tingkat kesiapan teknologi yang dimiliki oleh Indonesia masih tertinggal dari beberapa negara yang sudah melakukan komersialisasi kendaraan listrik.
BPPT, kata dia, perlu mempertimbangkan bagaimana persediaan bahan listrik untuk kendaraan tersebut. BPPT juga perlu memikirkan bagaimana teknologi charging yang dapat digunakan untuk di rumah dan Sistem Pengisian Listrik Umum (SPLU).
"Kita juga harus bisa membangun ekosistem dari industri. Industri rancang bangun," ujar dia.
BPPT, kata Hammam, perlu bekerja keras untuk mendesain dan membangun produksi mobil listrik karya Indonesia dengan mempertimbangkan ketersediaan pabrik, manufaktur, dan bahan bakunya. Semua itu, masuk ke dalam ekosistem yang dibutuhkan untuk mengembangkan kendaraan bermotor listrik di Indonesia.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menekankan pentingnya rantai pasokan untuk mendukung penggunaan mobil listrik di Indonesia. "Saya sudah minta kepada BPPT untuk melakukan riset dalam kaitannya dengan bagaimana ekosistem dalam pembuatan baterai, bagai mana membuat supply chain kendaraan listrik," ujar dia.
Nasir berharap, jika rantai pasokan dan ekosistem yang mumpuni tercipta maka akan men dukung kehadiran kendaraan listrik. Ekosistem yang ia maksud adalah bagaimana ketersediaan listrik dipenuhi PT PLN, sedangkan ke hadiran stasiun pengisi daya de ngan cepat dikembangkan oleh BPPT.
Dia menargetkan, pada 2022 Indonesia sudah bisa mem produksi mobil listrik nasional. Saat ini, Kemenristekdikti meng gandeng lima perguruan tinggi, yakni UI, ITB, UGM, UNS, dan ITS untuk bekerja sama membuat perlengkapan yang dibutuhkan dalam pembuatan mobil listrik.