Page 3 - KLIPINGBPPT10102019PAGI
P. 3
Keanekaragaman hayati Indonesia yang kaya menjadi sumber besar bagi penemuan bahan baku obat yang memang membutuhkan kesiapan infrastruktur untuk mengeksplorasi dan mengembangkan obat dari mikroba alam. Menurut Agung, nyamuk yang menularkan penyakit malaria bisa saja sudah resisten terhadap obat yang biasa digunakan secara signifikan sehingga perlu dicari senyawa baru untuk membuat obat malaria.
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang disebarkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Direktur Program untuk kerja sama dalam kerangka Satreps yang juga peneliti di Balai Bioteknologi BPPT Danang Waluyo mengatakan senyawa yang paling aktif saat ini berasal dari mikroba yang diambil di Jember, yakni Aktinomiset (Actinomycetes).
"Kami ambil dari sampel mikroba dari daerah yang jarang dimasuki manusia, seperti hutan dan kebun yang alami, karena harapannya mikrobanya masih asli, kalau sudah dikasih pupuk biasanya mikrobanya sama semua nanti," ujar Danang.
Perjalanan menghasilkan obat membutuhkan waktu yang lama paling tidak 10-15 tahun. Dari penemuan, isolasi dan karakterisasi senyawa, masih banyak tahap yang dilakukan, termasuk uji terhadap senyawa untuk meningkatkan aktivitasnya dan menurunkan toksisitasnya. Selain itu, menurut Danang, akan ada fase untuk menguji kemanfaatan dan keamanan obat termasuk tahap uji pada hewan dan manusia.
"Mencari subjek yang sukarela untuk pengujian obat itu juga tidak mudah dan membutuhkan dana," katanya.
Pengujian sejumlah kandidat obat diperlukan untuk mendapatkan kandidat obat yang efektif tapi aman buat manusia. Danang mengatakan, banyak pihak yang melakukan pencarian obat antimalaria, tapi mereka banyak melakukan dari senyawa sintetis atau senyawa yang sudah dibuat sebelumnya. Artinya, jumlah senyawa yang diuji jauh lebih sedikit, padahal banyak senyawa yang bisa didapatkan jika menggunakan ekstrak dari alam.
"Kami buat satu metode agar bagaimana kita mendapatkan senyawa aktif dari alam itu terhadap malaria," ujar Danang.