Page 56 - KLIPING BELMAWA (27 September 2019 - Pagi)
P. 56
Judul
Universitas Brawijaya (UB) Malang Siap Pasarkan Alat Pendeteksi Dini Diabetes Melitus (DM)
Media
Tribun
Terbit
27 September 2019
Tone
Positif
Hal/link
https://suryamalang.tribunnews.com/2019/09/26/universitas- brawijaya-ub-malang-siap-pasarkan-alat-pendeteksi-dini- diabetes-melitus-dm
PR VALUE
Rp 30.000.000
Jurnalis
Slyvia
Universitas Brawijaya (UB) Malang Siap Pasarkan Alat Pendeteksi Dini Diabetes Melitus (DM)
Kamis, 26 September 2019 18:50
SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Alat pendeteksi dini diabetes melitus (DM) dari Biosains Universitas Brawijaya (UB) Malang siap dipasarkan.
Rapid Test GAD65 (Glutamic acid Decarboxylase 65) mendapat mitra industri yaitu PT Biofarma (Persero), Kamis (26/9/2019) di Jakarta. Kegiatan itu dilaksanakan bersamaan dengan acara Forum Riset Life Science Nasional (FRLN) yang diselenggarakan mitra UB Malang.
Prof Dr drh Aulanni'am DES, Ketua Tim Peneliti menyatakan rasa senangnya karena sudah dirilisnya Rapid Tes GAD65 ke masyarakat.
Disebutnya, Rapid Test GAD65 merupakan produk pertama Indonesia untuk medical devices yang dimotori oleh UB.
Saat ini, sudah menerima Purchase Order (PO). Dampak dari itu, maka ditarget untuk bisa memproduksi 800.000 kit setiap bulannya, jelas Wakil Rektor I UB ini.
Untuk membantu mencapai target, maka tim Biosains UB sudah meminta kepada rektor UB untuk menambah pekerja outsourcing, khususnya di bagian pengemasan. “Semoga produk awal ini bisa membanggakan sehingga penderita DM di Indonesia bisa berkurang karena sudah terdeteksi di awal," jelas Aulani.
Dengan begitu, mereka bisa mengatur pola makan dan gaya hidupnya agar tidak terkenda diabetes. Dikatakan, produk ini bisa mendeteksi hingga 14 tahun ke depan. Proses pemasaran produk yang bekerjasama dengan PT Bio Farma (Persero) telah mendapatkan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan No. FK.01.02/VI/612/2017 serta Nomor Ijin Edar Alat Kesehatan AKD 20101910808 dari Kementerian Kesehatan RI.
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Prof Dr Ismunandar PhD menyatakan Indonesia saat ini masih bergantung pada produk impor. Hal ini tentunya sangat mengganggu devisa nasional. "Ketergantungan bahan baku obat utamanya masih sekitar 95 persen. Angka ini tidak