Page 8 - KLIPINGBPPT24042019(pagi)
P. 8
Menurut Menkes, rapid test memungkinkan diagnosa untuk beberapa penyakit, seperti malaria, hepatitis B, sifilis, dan demam berdarah dengue (DBD) secara lebih dini. Dulu, kata Menkes, gejala penyakit DBD spesifik, sehingga mudah untuk dilakukan diagnosa. Namun sekarang DBD tidak lagi menunjukkan gejala spesifik, sehingga sering diabaikan. Pada sebagian kasus tidak tertolong karena terlambat terdiagnosa. Penderita baru ke rumah sakit ketika trombositnya turun, namun terlambat karena darah sudah merembes ke organ lain seperti kanker.
“Seringkali karena panasnya sudah turun kita anggap demam sudah hilang. Tetapi ternyata trombositnya turun baru ke rumah sakit. Namun sudah terlambat karena darahnya sudah merembes ke mana-mana, ke otak, ke paru-paru, dan inilah yang sebabkan kematian menjadi tinggi,” kata Menkes.
Dengan adanya rapid test ini, lanjut Menkes, dokter akan lebih cepat melakukan pemeriksaan dan intervensi lebih lanjut.
Di kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan Bisnis Kimia Farma, Pujianto, mengatakan, fasilitas produksi rapid test ini merupakan wujud komitmen kemandirian Kimia Farma yang diharapkan dapat mengembangkan produk lokal Indonesia serta sebagai upaya Perseroan menjadi perusahaan healthcare yang memberikan akses produk dan layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Produk rapid test yang telah berhasil diproduksi Kimia Farma dan mendapat izin edar, yaitu tes kehamilan, tes Hepatitis B, Sifilis, malaria, dan DBD. Sementara itu, test kit yang saat ini masih dalam pengembangan, ialah HIV 1 dan 2, tes narkoba, daln lain- lain.
Saat ini, Kimia Farma juga sedang melakukan pengembangan bahan baku test kit untuk antibodi monoklonal lokal bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk Dengue NS1 dan Universitas Andalas untuk antibodi monoklonal lainnya beserta reagensia.