Page 104 - Merayakan Ibu Bangsa_201216_1406
P. 104
Tujuh belas tahun lalu, Aleta masuk daftar
pencarian orang Kepolisian Timor Tengah Selatan.
Ia musuh utama Bupati Timor Tengah Selatan, dan
orang yang paling dicari dibalik penolakan masyarakat
adat Mollo terhadap perusahaan tambang marmer
di Desa Fatukoto. Pada 2006, Aleta bermusuhan
dengan Bupati Timor Tengah Selatan lainnya
karena dianggap bertanggung jawab terhadap aksi
ratusan warga, khususnya kaum perempuan – yang
menduduki tambang marmer dengan menenun
selama dua bulan di Desa Fatumnasi dan Kuanoel.
Mereka menuntut penghentian tambang marmer
milik pengusaha Jakarta itu.
Ketika perjuangan menyelamatkan tanah
air itu dimulai, Aleta adalah perempuan Mollo, anak
seorang amaf, istri seorang guru, dan ibu dua anak.
Ia pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga,
dan berhasil lulus SMA Kristen di Kupang. Ia harus
masuk kampung pada malam hari untuk bertemu
rakyat, dan agar tak dicegat preman serta ditangkap
polisi, lalu segera menghilang saat matahari
terbit. Ia bersama rakyat Mollo menghadapi
intimidasi dan kekerasan oleh preman yang dibayar
perusahaan. Aleta pun terpaksa mengungsi dari
rumahnya beberapa bulan, membawa bayinya yang
berusia dua bulan, dan keluar-masuk kampung
serta bersembunyi di hutan. Perjuangan berat
yang dialaminya itu kemudian justru mengubah
perjalanan hidupnya.
Mengapa Aleta tak henti memperjuangkan
kedaulatan atas tanah airnya itu? Latar belakang
dan kekuatan apa yang sesungguhnya membuat
perempuan kampung tersebut tampil memimpin
104

