Page 127 - Buku Paket Kelas 12 Sejarah Indonesia
P. 127
PPP (1984-1997)
PDI (1973-1977)
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Gambar 4.5 Lambang Golkar, PPP, dan PDI
Melalui kekuatan-kekuatan tersebut, pemerintah mengarahkan masyarakat untuk memilih Golkar. Meskipun anggota ABRI tidak terlibat dalam Golkar secara langsung, para anggota keluarga dan pensiunan ABRI (Purnawirawan) banyak terlibat dan memberikan dukungan penuh kepada Golkar. Semua pegawai negeri sipil diwajibkan menjadi anggota Golkar. Dengan dukungan Pegawai Negeri Sipil dan ABRI, Golkar dengan leluasa menjangkau masyarakat luas di berbagai tempat dan tingkatan. Dari tingkatan masyarakat atas sampai bawah. Dari kota sampai pelosok desa.
Penyelenggaraan pemilu selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta dengan baik. Apalagi pemilu-pemilu tersebut berlangsung dengan slogan “Luber” (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia). Suara-suara ketidakpuasan dari masyarakat terhadap demokrasi dikesampingkan.
Ketidakpuasan yang ada di masyarakat misalnya mengenai dibatasinya jumlah partai-partai politik dan pengerahan Pegawai Negeri Sipil dan ABRI, serta anggota keluarga mereka untuk mendukung Golkar.
Selain melakukan depolitisasi terhadap orsospol (pelarangan kegiatan partai politik) di tingkat kecamatan dan desa (di mana partai-partai politik dilarang mempunyai cabang atau ranting di tingkat pedesaan, depolitisasi juga diberlakukan di dunia pendidikan, terutama setelah terjadinya peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari) tahun 1974.
Peristiwa 15 Januari 1974
Menjelang kedatangan PM Jepang Kakuei Tanaka, pada 15 Januari 1974 di Jakarta terjadi demonstrasi besar-besaran mahasiswa yang disusul dengan aksi anarki. Proyek Senen, gedung Toyota Astra, sejumlah toko milik pedagang Tionghoa di Jalan Hayam Wuruk, Gajah Mada, Glodok dan Cempaka Putih, terbakar habis karena aksi tersebut. Geger Jakarta ini mengejutkan jajaran aparat keamanan dan pemerintah, karena itu diberi julukan Malapetaka Lima Belas Januari yang populer dengan Malari (R.P Soejono ed, 2009:637).
Sejarah Indonesia 119