Page 299 - Buku Paket Kelas 12 Agama Hindu
P. 299

“Duhai saudara-saudaraku bangsa Boja, hatiku menjadi sedih dan haru mendengar ucapan kalian. Oh Sang Hyang Widhi, lindungi dan tabahkanlah hati umat-Mu dari kebengisan Sang Kangsa. Dan ai Kangsa tak jemu-jemunya kau menyusahkan dunia, maka sudah sepatutnya engkau mendapat hukuman dari Sang Hyang Widhi. Aku akan datang untuk membunuh-mu”. Demikianlah Sri Narayana berkata sambil menggertakkan giginya.
Kemudian para pemimpin/ksatria bangsa Boja bermohon lagi sambil menangis. Oh, Paduka tuanku, tuluskanlah kasih paduka tuanku kepada kami. Bunuhlah si Kangsa dan seluruh pengikutnya dari muka bumi ini agar bangsa Boja dapat hidup tenang kembali. Kami merasa sangat kasihan menyaksikan nasib bangsa kami dari penganiayaan si Kangsa. Hanya sedih yang dapat kami lakukan terhadap derita bangsa kami. Sedangkan untuk membebaskannya, kami tidak punya kemampuan untuk itu. Hanya pada tuanku kami temukan kekuatan itu untuk melenyapkan si Kangsa yang biadab. Karena itu, padamu kami berlindung”.
Mendengar permohonan para ksatria dan pemimpin bangsa Boja yang sangat memilukan hati, Sri Narayana dan Sang Kakarsana (BalaDeva), menjadi terketuk hatinya. Sri Narayana dan Sang Kakarsana menyanggupi untuk memberikan pertolongan. Keduanya sudah sepakat hendak melawan Sang Kangsa, kendatipun keduanya hancur menjadi abu. “Kakang Mas Kakarsana, kita tidak dapat membiarkan keadaan ini berlarut-larut. Mari segera kita hancurkan si Kangsa sebelum bangsa Boja hancur oleh ulahnya yang tidak mengenal perikemanusiaan”. “Baik Dimas, rasanya tangan kakang sudah ingin mencekik lehernya sampai mati. Kakang sudah muak dengan tingkah lakunya yang menjadi semakin biadab. Ayo Dimas, mari kita berangkat. Tunggu apa lagi”.
Setelah berkata demikian, kedua ksatria muda itu berangkat lengkap dengan senjatanya masing-masing. Matanya merah bagaikan darah segar mengalir sebagai tanda murka yang luar biasa. Namun sebelum berangkat, beliau mempersilakan tamunya beristirahat. Sang Sri Narayana dan Sang Kakarsana, keduanya adalah merupakan buruan Sang Kangsa, karena keduanya dianggap perintang untuk mewujudkan cita-citanya menaklukan seluruh raja yang ada di permukaan bumi ini. Karena itu, begitu ia melihat keduanya, Sang Kangsa sangat senang hatinya.
Kemudian berkata:
“Hai penjahat-penjahat kecil, pucuk dicinta ulam tiba. Engkau yang kucari- cari selama ini tidak ketemu, dimana saja engkau bersembunyi? Tetapi tidak dicari rupanya engkau datang untuk mengantarkan nyawa, sehingga aku tidak
  Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 289
 



























































































   297   298   299   300   301