Page 7 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 JULI 2021
P. 7
"Akhirnya ada semacam komersialiasi, dari yang awalnya digratiskan. Bahkan perusahaan yang
awalnya mengratiskan rapid tes bagi buruh di tempat kerja masing-masing akhirnya setiap buruh
harus melakukannya secara mandiri (membayar sendiri)." ujarnya.
"Ini yang disebut komersialiasi. Tidak menutup kemungkinan program vaksi gotong royong dan
vaksin berbayar secara individu juga terjadi hal yang sama. Awalnya dibiayai perusahaan, tetapi
ke depan biaya vaksin gotong royong akan dibebankan kepada buruh," tambahnya.
Alasan Kedua, kemampuan keuangan tiap-tiap perusahaan dan individu warga negara berbeda.
Said memperkirakan, jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak
lebih dari 10 persen dari total jumlah perusahaan di Indonesia atau dengan kata lain hanya 20
persen dari total jumlah pekerja di seluruh Indonesia yang perusahaannya mampu membayar
vaksin gotong rotong tersebut.
Artinya, hampir 90 persen dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari 80
persen dari total jumlah pekerja di Indonesia, perusahaannya tidak mampu membayar vaksin
gotong royong."Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwasetiap pekerja
buruh harus membayar sendiri biaya vaksi gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan
Apindo akan ikut bertanggungjawab? Jangan membuat kebijakan yang manis di depan tapi pahit
di belakang bagi buruh Indonesia," tegasnya.
Terlebih lagi, jumlah bumh di Indonesia sangat besar. Menurut data BPS 2020 jumlah buruh
formal sekitar56,4 juta orang. Sedangkan buruh infonnal sekitar 75 juta orang.
"Pertanyaannya adalah, apakah seluruh perusahaan mampu membayar 200-an juta orang
(setidak-tidaknya 130-an juta buruh) untuk mengikuti vaksin gotong royong? Kalau harga vaksin
gotong royong 800-an ribu dikalikan 130-an juta buruh, maka dana yang harus disediakan
mencapai Rp 104 Trilyun. Begitu pula secara individu, tidak semua warga negara mempunyai
kemampuan bayar secara mandiri," tuturnya.
" Jadi ini hanya proyeklip Service yang hanya manis di retorika atau pemanis bibir tetapi sulit
diimplementasikan di tingkat pelaksanaan. Ujung-ujungnya vaksin gotong royong hanya akan
membebani buruh dari sisi pembiayaan," imbuhnya.
Ketiga, lanjut Said Iqbal, di tengah ledakan PHK, pengurangan upah buruh, dan resesi ekonomi
yang saat ini masih mengancam (pertumbuhan ekonomi masih negatif), rasanya tidak mungkin
memberikan tambahan beban biaya kepada perusahaan untuk menyelenggarakan vaksinisasi
gotong royong tersebut
"Pasti biaya vaksingotongro-tongakanmemberatkanpemsa-haan dan pada gilirannya nanti justru
akan menekan kesejahteraan buruh. Apalagi kalau setiap warga negara membayar vaksin secara
pribadi," terangnya.
Selain itu, Said mengingatkan, agar buruh tidak dijadikan ujicoba vaksin. Dengan kata lain, harus
dipastikan vaksin yang digunakan halal dan aman. Pasalnya, jenis vaksin yang digunakan
berbeda dengan vaksin yang selama ini diberikan secara gratis oleh pemerintah.
"Intinya, KSPI mengharapkan kepada pemerintah agar pemberian vaksin untuk buruh dan setiap
warga negara digratiskan," tegasnya.
Menurut Said, "KSPI setuju dengan vaksin gotong royong, tetapi biaya ditanggung pemerintah.
Begitu-pula, tidak diperlukan program vaksin individu dengan biaya sendiri. Karena sesuai
dengan perintah konstitusi sebagaimana diatur dalam IJIJD 1945,1JU Kesehatan, dan IJIJ
Karantina; program vaksinisasi Covid-19 ini adalah tanggungjawab negara," pungkasnya.
6