Page 11 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 MARET 2020
P. 11
Menurutnya, alasan Pemerintah akan mengundang banyak investor masuk ke
Indonesia itu tidak berimplikasi apa pun bagi buruh. Terlebih, ada wacana
penghapusan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), serta penghilangan
pesangon, dan jaminan sosial bagi buruh.
"Langkah yang paling tepat saat ini adalah melawan dengan suara rakyat suara,"
ucap Eko, Jumat (6/3).
Pemerintah dinilai berupaya menggalang kesadaran rakyat untuk menerima RUU
tersebut sebagai kebutuhan Negara untuk memudahkan pembangunan ekonomi.
Namun menurut Aliansi Rakyat Bergerak, RUU tersebut hanya akan merugikan
kaum buruh dan masyarakat.
Omnibus Law dianggap menerapkan konsep sapu bersih terhadap hal-hal yang
menghambat investasi, seperti perizinan, ketenagakerjaan, tata ruang, dan
pengadaan lahan.
Akan tetapi, banyak pihak yang memprediksi Omnibus Law bakal banyak
melanggar dan merusak hak-hak dasar warga negara jika disahkan.
Setidaknya ada enam akibat dari Omnibus Law yang merugikan buruh dan
masyarakat. Diantaranya, berpotensi memperpanjang jam kerja dan lembur pada
buruh, penetapan upah minimum yang rendah, pelanggaran hak berserikat pekerja,
pemangkasan kewenangan serikat pekerja. Bahkan hilangnya hak-hak pekerja
perempuan untuk cuti haid, hamil dan keguguran.
Dari sisi lingkungan, RUU tersebut juga berpotensi besar memangkas dan
mengubah konsep syarat-syarat administrasi, seperti sentralisasi kebijakan,
menghilangkan pelibatan masyarakat, penghilangan izin mendirikan bangunan,
reduksi atas subtansi AMDAL, penghapusan sanksi pidana lingkungan, atas praktik
usaha yang merusak maupun mengubah fungsi ruang atau lingkungan.
RUU juga dinilai akan menghadirkan situasi monopoli tanah oleh Bank Tanah untuk
kepentingan investasi Selain itu, RUU ini juga berimplikasi pada praktik pendidikan
yang berorientasi pasar. Misalnya, berupa komersialisasi, link and match dengan
industri, dan pembentukan kurikulum pendidikan yang fokus ke dalam orientasi
kerja.
(sut/bmw).
Page 10 of 145.

