Page 3 - e-modul bab 1
P. 3
ِ
ٍ
ِ
ِ
او دو ش ُو أ ت ْ َ ِ ة خإ ِ ء َ ا
ُ
ٌ
ْ
ٌ
َ
ُ
ْ
ُ َ
ْ ُ َ َ
َ
ْ ُ َ
َ
“Para nabi itu saudara seayah, tetapi berlainan ibu. Prinsip keimanan (tauhid)-
nya itu satu, (namun syariatnya berbeda-beda)” (H.R. al-Bukhari dan Muslim).
A. Eksistensi Tuhan Dan Fitrah Manusia Untuk Beragama
Sepanjang sejarahnya, manusia telah menunjukkan rasa
ketundukan dan kepasrahan pada sesuatu yang di luar jangkauan-
nya. Aktualisasi ketundukan itu terlihat di dalam berbagai macam
ritus, yang berbeda-beda menurut tingkat perkembangan intelektual
dan kultural seseorang atau masyarakat. A.J. Heschel menyatakan
bahwa memahami eksistensi Tuhan merupakan pencarian rumit yang
tidak pernah final. Terlepas dari semua itu, fenomena di atas
menjelaskan perihal fitrah manusia untuk beragama (Sunarso,
2009:3).
Fitrah beragama, atau yang dipopulerkan oleh ahli syaraf
California University, V.S. Ramachandra sebagai God-Spot, meru-
pakan suara Tuhan yang terekam di dalam jiwa manusia. Menurut
Ibn Taimiyah, fitrah beragama disebut sebagai Fitrah Munazzalah
(fitrah yang diturunkan) yang berfungsi menguatkan Fitrah
Majbulah yang sudah ada di dalam diri manusia secara alamiah
(Sunarso, 2009:2-3). Oleh karena itu, seruan untuk beragama selalu
dikaitkan dengan fitrah penciptaan manusia seperti dapat dicermati
dalam Q.S. Luqman:30 berikut ini:
ِ
ِ
ِ
ِ
ود
َ ْ ا ْ َ ا ا نَ َ أو ط ْ ا ِِ ْ ُ ِ ن َ َ نَ َ ا َ ْ أو َ ُ ا نَ ِ ذ
َ َ
َ ُ ْ
َ ُ
َ
ُ َ
َ
ُ
“Demikianlah, sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Benar dan sesungguhnya apa
saja yang mereka seru selain dari Allah itu batil. Sesungguhnya Allah, Dia-lah
Yang Maha Tinggi lagi Maha besar.”
Pengertian ini menunjukkan bahwa agama merupakan meru-
pakan kelanjutan dari nature manusia sendiri, yang merupakan
wujud nyata dari kecenderungan alamiahnya untuk mencari kebaikan
dan kebenaran (hanif). Dengan demikian, nilai agama dengan nilai
kemanusiaan, atau sebaliknya, tidak mungkin bertentangan. Pada
gilirannya, penghayatan terhadap nilai ketuhanan yang sempurna
akan menghasilkan penghayatan terhadap nilai kemanu-siaan
(Madjid, 1997).
Lebih jauh, kehidupan manusia di muka bumi ini selalu
dihadapkan pada beragam persoalan. Dengan potensi lahiriah dan
batiniahnya, manusia senantiasa berupaya untuk mengatasinya,
2

