Page 4 - e-modul bab 1
P. 4
meski ia seringkali dibenturkan pada realitas keterbatasan. Keter-
batasan dan ketidakpuasan manusia inilah yang pada akhirnya
melahirkan tuntutan dan kebutuhan terhadap kekuatan metafisika di
luar dirinya. Ia lantas melakukan aktivitas mencari, membanding,
dan menyimpulkan kekuatan-kekuatan yang mengitarinya, yang
diasumsikannya sebagai “Tuhan”, yang diharapkan dapat memu-
dahkan dan meringankan problem hidupnya. Contoh paling jelas
untuk kasus pencarian Tuhan yang secara fitrah memang dibutuhkan
oleh manusia adalah pengembaraan teologis Nabi Ibrahim AS.
Nabi Ibrahim AS terlahir di Ur Kaldea, di bagian barat daya
Mesopotamia (sekarang wilayah Irak dan Syria antara Sungai Tigris
dan Sungai Eufrat) pada abad ke-19 Sebelum Masehi (SM). Pada
waktu itu, masyarakat Kaldea telah memiliki kepercayaan, ritus, dan
mitos yang diwariskan secara turun-temurun. Untuk menghormati
tuhan-tuhannya, orang Kaldea membuat patung-patung untuk
disembah. Penyembahan berhala (paganisme, atau watsaniyyah
dalam bahasa Arab) telah mapan ketika Ibrahim AS masih muda
belia.
Dengan berpikir secara kritis, Nabi Ibrahim AS berpendapat
bahwa berhala-berhala sesembahan kaumnya itu adalah benda mati
yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan bahaya bagi dirinya,
terlebih bagi orang lain. Nabi Ibrahim AS begitu risau dan gelisah
dengan tradisi asosianistik dan politeistik dari kaumnya itu, meski ia
sendiri belum mengetahui jawaban dari problem sosial-keagamaan
tersebut. Di saat berada dalam fase skeptis inilah, ia berusaha
mencari Tuhan melalui fenomena alam yang terbentang di
hadapannya: bintang, bulan, dan matahari, seperti dikisahkan dalam
Q.S. al-An‟am:76-78.
Ketika upaya-upaya penemuan Tuhan secara empiris, logis, dan
kritis (baca: lahiriah) yang dilakukan belum berhasil, Nabi Ibrahim
AS lantas berjuang untuk menemukan-Nya secara intuitif (batiniah).
Ia kemudian berpasrah diri kepada Tuhan dengan menyatakan:
ِ ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ْ َ ِ َ َأ ا و ضرَ ْ او تاو ا َ َ ي جو جو إ ِ
ً
َ ْ
َ َ
ُ ْ َ
َ ْ َ
َ
ْ َ
ُ
ََ
َ
َ
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan
langit dan bumi dengan cenderung kepada agama-agama yang benar, dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan” (Q.S. al-An’am:79).
Mungkin muncul pertanyaan: bagaimana Nabi Ibrahim AS
berpasrah diri kepada Tuhan, padahal ia belum berhasil mengi-
dentifikasi, siapa sesungguhnya Tuhan alam semesta ini? Manusia,
3

