Page 66 - Buku Kompilasi UU ITE
P. 66

menyatakan Negara Indonesia adalah negara hukum. Kesemuanya itu dimaksudkan agar tidak
               terjadi tindakan sewenang-wenang atas hak privasi warga negara yang dijamin dalam UUD
               1945;

        [3.11.] Menimbang  bahwa  selain  itu,  Mahkamah  perlu  juga  mempertimbangkan  mengenai  bukti
               penyadapan berupa rekaman pembicaraan sesuai dengan hukum pembuktian. Dalam hukum
               pembuktian,  rekaman  pembicaraan  adalah  real  evidence  atau  physical  evidence.  Pada
               dasarnya barang bukti adalah benda yang digunakan untuk melakukan suatu tindak pidana
               atau  benda yang diperoleh dari suatu tindak  pidana atau benda yang menunjukkan telah
               terjadinya suatu tindak pidana. Dengan demikian, rekaman pembicaraan dapat dijadikan bukti
               sebagai barang yang menunjukkan telah terjadi  suatu tindak  pidana. Persoalannya adalah
               apakah rekaman pembicaraan merupakan bukti yang sah dalam hukum acara pidana? Untuk
               menilai rekaman tersebut merupakan bukti yang sah adalah dengan menggunakan salah satu
               parameter hukum pembuktian pidana yang dikenal dengan bewijsvoering, yaitu penguraian
               cara  bagaimana  menyampaikan  alat-alat  bukti  kepada  hakim  di  pengadilan.  Ketika  aparat
               penegak hukum menggunakan alat bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah atau
               unlawful legal evidence maka bukti dimaksud dikesampingkan oleh hakim atau dianggap tidak
               mempunyai nilai pembuktian oleh pengadilan.



             2. Pasal 31 ayat (4)

               Bahwa  dalam  Putusan  Nomor  5/PUU-VIII/2010,  MK  memberikan  pertimbangan  hukum
               terhadap pengujian Pasal 31 ayat (4) sebagai berikut:

        [3.17.] Menimbang bahwa terdapat sejumlah definisi mengenai penyadapan yakni:
               a)  Pasal  31  Undang-Undang  Nomor  11  Tahun  2008  tentang  Informasi  dan  Transaksi
                    Elektronik bahwa yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan
                    untuk  mendengarkan,  merekam,  membelokkan,  mengubah,  menghambat,  dan/atau
                    mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat
                    publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti
                    pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi;
               b)  Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang dimaksud
                    dengan  penyadapan  adalah  kegiatan  memasang  alat  atau  perangkat  tambahan  pada
                    jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah. Pada
                    dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi
                    sehingga penyadapan harus dilarang;
               c)  Pasal  1  angka  19  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika,  yang
                    menyatakan Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau
                    penyidikan  dengan  cara  menyadap  pembicaraan,  pesan,  informasi,  dan/atau  jaringan
                    komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya;
               Bahwa dari ketiga definisi dapat disimpulkan bahwa penyadapan mencakup tiga aspek yakni:
               a) proses penghambatan atau merekam informasi, b) kegiatan melanggar hukum dan oleh
               karenanya harus dilarang, c) hanya  dapat  dilakukan oleh Penyidik Pejabat Kepolisian yang
               bewenang;

        [3.18.] Menimbang  bahwa  Mahkamah  menilai  hingga  saat  ini  belum  ada  pengaturan  secara
               komprehensif  mengenai  penyadapan.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  pengaturan  mengenai


               66|                                                       PUSAT PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
                                                       BADAN KEAHLIAN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI
   61   62   63   64   65   66   67   68   69