Page 234 - PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VIII
P. 234

Dengan  sigap  Mubarok  segera  memet k  buah  melon  yang  diminta,
                          kemudian diberikan kepada majikannya.
                            Ket ka buah tersebut dimakan sang majikan, ternyata rasanya t dak manis
                          sama sekali. Majikan Mubarok berkata,   ahai Mubarok  Buah ini t dak ada
                          manisnya sama sekali.  Berikan saya buah yang manis!” pinta sang majikan
                          lagi.
                            Untuk kedua kalinya, buah yang diberikan Mubarok masih belum terasa
                          manis. Sang majikan terheran-heran, sudah sekian lama ia mempekerjakan
                          Mubarok, tetapi mengapa si penjaga kebun ini t dak mampu membedakan
                          antara buah yang masih muda dan yang sudah masak? Ah, mungkin dia lupa,
                          pikir  sang  majikan.  Dimintanya  Mubarok  untuk  memet kkan  kembali  buah
                          yang manis. Hasilnya sama saja, buah ket ga masih terasa tawar.
                            Rasa  penasaran  t mbul  dari  sang  majikan.  Dipanggillah  Mubarok,
                           Bukankah kau sudah lama bekerja di sini  Mengapa kamu t dak tahu buah
                          mana yang sudah manis?” tanya sang majikan.
                            Mubarok menjawab,  Maaf Tuan, saya t dak tahu bagaimana rasa buah-
                          buahan yang tumbuh di kebun ini karena saya t dak pernah mencicipinya
                             Aneh,  bukankah  amat  mudah  bagimu  untuk  memet k  buah-buahan  di
                          sini, mengapa t dak ada satu pun yang kaumakan   tanya majikannya.
                             Pesan orang tua dan guru saya, t dak boleh makan sesuatu yang belum
                          jelas  kehalalannya  bagiku.  Buah-buahan  itu  bukan  milikku,  jadi  aku  t dak
                          berhak untuk memakannya sebelum memperoleh izin dari pemiliknya,  jelas
                          Mubarok.
                            Sang majikan terkejut dengan penjelasan penjaga kebunnya tersebut. Dia
                          t dak  lagi  memandang  Mubarok  sebatas  tukang  kebun,  melainkan  sebagai
                          seseorang yang jujur, hat nya jernih, pikirannya bersih, dan t nggi kedudukannya
                          di mata Allah Swt. Ia berpikir mungkin Mubarok bisa mencarikan jalan keluar
                          atas permasalahan rumit yang tengah dihadapinya.
                            Mulailah  sang  majikan  bercerita  tentang  lamaran  kerabat  dan  teman-
                          teman dekatnya kepada putrinya. Ia mengakhiri ceritanya dengan bertanya
                          kepada Mubarok, “Menurutmu, siapakah yang pantas menjadi pendamping
                          putriku?”
                            Mubarok menjawab, “Dulu orang-orang jahiliah mencarikan calon suami
                          untuk putri-putri mereka berdasarkan keturunan. Orang Yahudi menikahkan
                          putrinya berdasarkan harta, sementara orang Nasrani menikahkan putrinya
                          berdasarkan keelokan  sik semata.  amun, Rasulullah mengajarkan sebaik-
                          baiknya umat adalah yang menikahkan karena agama dan kepribadiannya.”
                            Sang  majikan  langsung  tersadar  akan  kekhilafannya.  Mubarok  benar,
                          mengapa t dak terpikirkan untuk kembali pada al-Qur’ān dan Sunnah. Islamlah
                          solusi atas semua problemat ka umat manusia.
                            Ia  pulang  dan  memberitakan  seluruh  kejadian  tadi  kepada  istrinya.




                                                           Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti 223
   229   230   231   232   233   234   235   236   237   238   239