Page 254 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 254
K ONS TELA SI POLITIK MA S A
DEMOKR A SI TERPIMPIN
Soekarno dilabeli sebagai para pemberontak melawan pemerintah
pusat. Mereka di antaranya Burhanddin Harahap, Mohammad Natsir,
313
dan Syafruddin Prawiranegara (Masyumi), dan St. Mohd. Rasyid dan
Sumitro Joyohadikusumo (PSI). Mereka secara bersama-sama dengan
Dewan Banteng dan beberapa panglima militer dari daerah lain,
314
mereka adalah Dewan Perjuangan, ditandai dengan memproklamasikan
PRRI (15 Februari 1958). Mereka yang terlibat sebagai “individu” antara
lain Syafruddin sebagai Perdana Menteri; M. Natsir sebagai juru bicara,
dan Burhanuddin H, sebagai Menteri Pertahanan dan Kehakiman.
Sementara itu, Sumitro Joyohadikusumo (PSI) sebagai Menteri Sosial. 315
Upaya-upaya penyelesaian sebetulnya telah dilakukan oleh M.
Hatta sebagai penghubung yang memfasilitasi pertemuan dengan
Soekarno. Namun, upaya ini gagal dilaksanakan karena pemerintah
telah mengambil suatu kebijakan mengirim aparat militer ke kota-kota
tempat PRRI ada. Pengiriman pasukan militer di antaranya ke Sumatera
Barat, Manado, dan beberapa kota lainnya di Sulawesi. Kekuatan
PRRI akhirnya bisa dilumpuhkan secara cepat oleh pasukan militer.
Soekarno mengatakan bahwa pemberontakan PRRI sebagai tindakan
stadium puncak penyelewengan dan pengkhianatan terhadap cita-
cita Proklamasi 17 Agustus 1945, mengingat mereka telah berkhianat
bekerja sama dengan pihak asing/pihak kolonial yang memang ingin
menghancurkan republik ini agar menjadi lemah. 316
Sikap Presiden Sukrno selanjutnya terhadap Masyumi dan PSSI
makin mudah diketahui secara jelas ketika pembentukan DPR-GR yang
disusun sendiri oleh Presiden Soekarno. Susunan anggota DPR-GR
tidak mencantumkan nama-nama wakil dari kedua partai tersebut
Upaya-upaya yang diangkat menjadi anggota DPR-GR berdasarkan Keppres Nomor
penyelesaian 156 Tahun 1960. Jumlah anggota DPR-GR seluruhnya berjumlah 130
anggota. Detail komposisi anggotanya sebagai berikut: PNI 44 orang;
sebetulnya telah
dilakukan oleh 313 Selain tuduhan di atas, M. Natsir kecewa terhadap Soekarno yang mengatakan bahwa M. Natsir
M. Hatta sebagai dan beberapa tokoh lainnya terlibat dalam peristiwa Cikini. Lihat Artawijaya, 2014, Belajar dari
Partai Masyumi, Jakarta: Al-Kautsar, hlm. 169.
314 Divisi Banteng pada masa perang kemerdekaan ikut berjuang mengusir Belanda di daerah
penghubung yang Sumatra Barat dan Riau sehingga pihak Belanda tidak mampu membentuk Negara bagian di
daerah tersebut. Dalam sebuah sumber dikatakan bahwa para prajurit dari Divisi Banteng
memfasilitasi kecewa atas sikap Angkatan darat dan pemerintah dalam pertemuan untuk membahas tuntutan
otonomi daerah, pemerintah diminta memperhatikan janda dan anak yatim anggota TNI, serta
penghapusan sentralisasi pembangunan. Jadi tidak hanya sebatas tuntutan mengenai nasib Divisi
pertemuan dengan Banteng saja. Berbagai tuntutan ini oleh pemerintah pusat dilabeling sebagai pemberontakan
dengan merespon mengirimkan tentara ke Padang. Lihat, RZ. Leirissa, 1991, PRRI—Permesta,
Strategi Membangun Tanpa Komunis, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafitti, hlm 36-45.
Soekarno. 315 Menurut RZ Lerissa ada empat faktor penyebab lahirnya berbagai gerakan separatis di derah-
daerah, termasuk lahirnya PRRI. Keempat faktor tersebut diantaranya gagalnya sistem politik;
gagalnya sistm ekonomi; ancaman komunsme dan terjadinya kesenjangan/guncangan dalam
tubuh Angkatan Darat. Lihat, Ibid., 7—29; Bandingkan dengan Suswanta, 1992, Keberanian untuk
Takut: Tiga Tokoh Masyumi dalam Drama PRRI, Yogyakarta: Avyrous.
316 Syafa’at, Op. Cit., hlm. 165; Soekarno, Op. Cit., hlm., 320-321.
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 251
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018

