Page 8 - Dinamika Pendaftaran Tanah Adat di Kampung Naga
P. 8

mengakibatkan lembaga adat tidak memiliki  kedudukan hukum yang
            kuat dalam hal kepemilikan tanah adat mereka. Hal ini disebabkan oleh
            kenyataan bahwa lembaga adat dalam sistem hukum yang ada tidak diakui
            sebagai  badan  hukum  yang  berhak  menerima hak  milik.  Tanah  adat
            merupakan salah satu aset paling berharga bagi masyarakat adat, baik
            dari segi ekonomi maupun kultural. Tanah ini tidak hanya merupakan
            sumber penghidupan, tetapi juga memiliki makna spiritual dan identitas
            budaya  yang mendalam.  Ketika masyarakat  adat  tidak  diakui  secara
            resmi sebagai subjek hukum yang sah untuk memiliki tanah adat, mereka
            berada dalam posisi yang rentan terhadap pengambilalihan tanah oleh
            pihak ketiga termasuk perusahaan besar dan pemerintah yang sering kali
            mengabaikan atau bahkan melanggar hak-hak masyarakat adat.

                Ketiadaan  peraturan  yang  tegas  dan jelas juga menciptakan
            ketidakpastian hukum. Ketidakpastian ini membuat sulit bagi masyarakat
            adat untuk mempertahankan hak atas tanah mereka di hadapan hukum.
            Dalam banyak kasus, tanah adat telah dialihkan atau diambil alih tanpa
            persetujuan atau kompensasi yang layak kepada masyarakat adat. Hal
            ini  tidak hanya merugikan  secara  ekonomi,  tetapi  juga menyebabkan
            kerusakan yang tak ternilai pada budaya dan cara hidup mereka. Selain
            itu,  ketidakmampuan masyarakat  adat  untuk menjadi  subjek hukum
            yang sah atas tanah adat mereka juga menghambat upaya mereka untuk
            mengelola  dan  memanfaatkan  tanah  tersebut  secara  berkelanjutan.
            Banyak masyarakat  adat  yang memiliki  pengetahuan lokal  yang kaya
            tentang  pengelolaan  sumber  daya alam  yang  berkelanjutan.  Namun,
            tanpa pengakuan hukum yang memadai, mereka sering kali tidak dapat
            melindungi tanah mereka dari eksploitasi yang merusak.

                Dengan menyadari keterbatasan pengetahuan dan sudut pandang
            penulis,  buku  ini diharapkan  dapat  memberi  warna  baru  dalam
            memahami perspektif dan praktik penyelenggaraan pendaftaran tanah
            di masyarakat adat. Bagi para pembaca, terutama pemerhati, pelaksana,
            dan penentu kebijakan di bidang penyelenggaraan pendaftaran tanah,
            buku  ini diharapkan  dapat  menjadi alat  instropeksi  sekaligus  sumber
            inspirasi bagi perbaikan penyelenggaran pendaftaran tanah adat di masa
            yang akan datang untuk menuju masa depan yang lebih baik.




                                                                           vii
                                                            Pengantar Penulis
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13