Page 52 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 52
44 Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya
1) Objek Pengadaan Tanah yang telah berdiri bangunan yang dipergunakan secara aktif
untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan;
2) Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai oleh BUMN/D;
3) Objek Pengadaan Tanah Kas Desa.
c. Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah yang telah berdiri bangunan yang diper-
gunakan secara aktif untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan serta Objek Penga-
daan Tanah Kas Desa, diberikan dalam bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi.
Ganti kerugian atas Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai BUMN/D diberi-
kan dalam bentuk yang dimaksud Pasal 36 UU PTPKU, yakni dalam bentuk uang, tanah
pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disepakati
kedua belah pihak. Nilai Ganti Kerugian terhadap Objek Pengadaan Tanah Instansi
Pemerintah ini (baik yang dimiliki/dikuasai Pemerintah, dikuasai/dimiliki BUMN/D)
dan Tanah Kas Desa didasarkan pada hasil penilaian Penilai yang telah ditetapkan oleh
Pelaksana Pengadaan Tanah.
d. Pelepasan Tanah Instansi Pemerintah dilaksanakan paling lama 60 hari kerja sejak
penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Bagian penting untuk dicermati dari tahapan pelaksanaan pengadaan tanah ini adalah
menyangkut penilaian tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian. Pasal 17 Perpres N0. 71
Tahun 2012 menyatakan bahwa salah satu pihak yang berhak atas Ganti Kerugian dalam
26
PTPKU adalah ‘pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik’. Ketentuan Pasal 17
Perpres ini sama dengan Penjelasan Pasal 40 UU PTPKU. Selanjutnya, penjelasan Pasal 40
UU PTPKU itu menyatakan: “Pihak yang menguasai tanah Negara yang dapat diberikan Ganti
Kerugian adalah pemakai tanah Negara yang sesuai dengan atau tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan. Misalnya, bekas pemegang hak yang telah habis jangka
waktunya yang masih menggunakan atau memanfaatkan tanah yang bersangkutan, pihak
yang menguasai tanah Negara berdasarkan sewa-menyewa, atau pihak lain yang
menggunakan atau memanfaatkan tanah Negara bebas dengan tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan.” Pertanyaannya, bagaimana dengan tanah Negara yang telah
digarap dan diusahakan masyarakat dengan ijin garap yang dikeluarkan oleh otoritas yang
sah pada saat itu? Urgensi untuk menjelaskan pertanyaan ini semakin tinggi ketika opini
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan terhadap Ketua Panitia Pengadaan Tanah Pembanguna
Kolam regulasi Nipa-nipa menyatakan: “….. terhadap warga yang melakukan
garapan/mengelola bidang tanah yang terkena pembebasan tanah untuk pembangunan kolam
regulasi Nipa-nipa yang “tidak mempunyai hak atas tanah” tidak dapat diberikan ganti
kerugian atas hak atas tanah, namun ganti kerugian dapat diberikan atas bangunan, tanaman
26 Pihak yang berhak itu dapat meliputi: (a) pemegang hak atas tanah (perseorangan atau badan), (b)
pemegang hak pengelolaan, (c) nadzir untuk tanah wakaf, (d) pemilik tanah bekas hak milik, (e)
masyarakat hukum adat, (f) pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik, (g) pemegang dasar
penguasaan atas tanah, (h) dan/atau pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan
tanah (Pasal 17 Perpres No. 71 Tahun 2012).

