Page 587 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 587
Masalah Agraria
5. Ikut sertanya wakil organisasi tani dalam hal ini selama masih
dalam batas-batas yang sehat dan layak, kami pandang bergu-
na untuk mengurangi kejadian-kejadian yang tidak diingin-
kan sebagai akibat mutlak dari perhubungan langsung antara
pabrik dan rakyat dan membimbing golongan tani ke arah
organisasi-vorming yang berarti memperkuat kedudukannya
menghadapi modal asing.
6. Untuk menetapkan minimum uang sewa tanah maka dasar
yang kami pandang sehat ialah :
a. Orang tani tidak boleh menerima uang sewa kurang dari-
pada hasil- bersih yang boleh diharapkan jika ia mengerjakan
tanahnya sendiri seperti biasa.
b. Kalau uang sewa diwujudkan berupa uang dan bahan maka
barang itu hendaknya dinilai menurut harga umum tem-
pat setempat.
Penjelasan
a. Hasil bersih itu dapat dihitung dari hasil kotor dikurangi ong-
kos-ongkos pengerjaan, bawon, dan lain-lain. Biasanya Ja-
watan Pertanian ahli dalam hal itu tetapi bilamana perhi-
tungan itu menimbulkan kesukaran, bolehlah harga perse-
waan umum antara peduduk sendiri pada waktu ini dijadikan
sekedar pedoman asal diingat benar-benar bahwa besarnya
uang sewa terutama menilik suasana sekarang mungkin di-
pengaruhi oleh “buiten oconomisch factoren” misalnya ke-
amanan, persaudaraan, dan lain-lain. Itulah sebabnya maka
kami menaruh keberatan atas dasar “bagi hasil” yang dipakai
dalam peraturan biljbad tersebut di atas.
Perhitungan yang disampaikan dari beberapa pihak kepada
kami mengatakan bahwa minimun uang persewaan tanah
berdasarkan itu sekarang berkisar antara 10 sampai 15 kali
minimun persewaan tahun 1941.
b. Harga bahan pengganti uang sewa kami tentukan menurut
harga umum, karena itu harga hasil bersih tersebut pun me-
nurut harga umum juga. Bagi kaum onderneming itu berarti
laba karena bahan-bahan yang dibagikan didapatnya dengan
harga pemerintah. Sebaliknya kami tidak dapat memakai
harga pemerintah sebagai dasar, kalau demikian perhitungan
566

