Page 184 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 184
Akses Masyarakat Atas Tanah
1960 inilah (hari lahirnya UUPA) ditetapkan sebagai ‘Hari
Tani’. 11
Pascakemerdekaan apa yang terjadi di Yogyakarta
memberi gambaran yang progresif dari apa yang diidealkan
oleh pemerintah. Berdasarkan UU Darurat No. 13/1948
dilakukan landreform terhadap tanah-tanah eks-perusahaan
Belanda. Semua tanah yang sebelumnya dikuasasi oleh kira-
kira 40 perusahaan gula Belanda di Kesultanan Yogyakarta
dan Surakarta dibagikan untuk petani. Tindakan ini mengakhiri
penguasaan tanah yang tidak seimbang, di satu sisi perusahaan
gula yang besar dan kuat, dan di sisi lain petani yang tidak
terorganisir dan lemah. 12
Lembaga desa perdikan yang dianggap tidak lagi sesuai
dengan cita-cita demokrasi dihapuskan. Sebelumnya pada
masa awal kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono IX, 4-6
tahun setelah jumenengan beliau, dilakukan pemekaran desa
(semisal lahirnya desa Caturtunggal, Trihanggo, dll.). Desa-
desa di Sleman, Kulon Progo, Gunungkidul, dan Bantul, dan
juga yang berada di bawah penguasaan Paku Alaman diberi
kesempatan bersama untuk melakukan hal itu. Tujuan
pemekaran desa adalah ‘memperbesar desa, sehingga lahan
semakin luas dan penduduk bisa mengelola, tentu saja dengan
menggunakan teknologi yang sepadan’. 13
11 Lihat, Iman Soetiknjo, Politik Agraria Nasional, Hubungan Manusia dengan
Tanah yang Berdasarkan Pancasila, (YogyakartaI UGM Press, 1994 [cetakan
keempat]).
12 Selo Soemardjan, “Land Reform di Indonesia”, dalam Sediono M.P. Tjondro-
negoro dan Gunawan Wiradi, op.cit., hlm. 124-125.
13 Wawancara dengan R.M. Tamdaru Tjakrawerdaya, loc.cit.
161

