Page 210 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 210
Mereka yang Dikalahkan 185
bukan tanah gambut saja setelah RAPP membangun kanal panjang
dan besar, mereka sering banjir dasyat, apalagi tanah gambut ketika
dibuat kanal maka dampak buruk bukan saja mengancam, namun
di depan mata. “Sudah menjadi sifat air akan mencari yang rendah,
air-air yang selama ini tersingkap di balik tanah gambut akan turun
menuju kanal yang posisinya lebih di bawah/rendah”.
Kini, kekhawatiran itu bukan ungkapan kosong dan mengada-
ada. Setelah 3 tahun RAPP beroperasi, sedikit saja hujan lahan
warga kebanjiran, kurang dari sebulan musim panas kampung kami
kekeringan. Air memiliki hukum alam yang pasti akan mencari
tempat yang lebih rendah, dan tanah gambut yang gembur dan
penuh rongga di dalamnya memudahkan larinya air-air yang
tersembunyi di dalamnya. Akibatnya, jika musim panas tiba, sumur-
sumur mereka mengering. Dan yang mengenaskan sebagaimana
diceritakan Mukhti, Yahya, Pairan, dkk., “warga Lukit sekarang
memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Ketika
air laut surut, air sungai tidak tercampur dengan air masin, tetapi jika
air laut pasang, maka rasa air itu sudah masam karena tercampur air
masin”. Sebelumnya air sungai digunakan juga oleh warga, namun
hanya untuk mandi dan mencuci, tidak untuk konsusmsi. Problem
ini tentu saja terus dikomunikasikan kepada pihak perusahaan, lagi-
lagi warga berfikir, “sebelum RAPP beroperasi kami tidak punya
masalah dengan air di sumur-sumur kami, dan kini kami terpaksa
harus mengambil air sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup
kami’. Sementara air tadah hujan tidak mencukupi karena warga
hanya menampung dengan tandon kecil, paling besar 1000 liter, dan
itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan warga sehari-hari.