Page 7 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 7
PENGANTAR PENULIS
ertama kali saya mengunjungi Pulau Padang pada tahun
P1993/1994, ketika itu saya di ujung kelas 1 MA di Bengkalis.
Saat musim liburan tiba, saya menyempatkan diri mengunjungi
kakek saya di Desa Bandul. Di sela-sela kunjungan liburan itulah
saya secara tidak sengaja diajak masuk ke hutan Pulau Padang oleh
sepupu saya bersama “anak buahnya” dalam rangka mengeluarkan
kayu dari hutan alam. Saya tidak memahami apa yang orang-orang
ini kerjakan karena tanpa penjelasan, hanya diajak. Namun liburan
saya menjadi sesuatu yang lain karena untuk pertama kalinya saya
benar-benar masuk hutan belantara, sebuah liburan yang lain dari
biasanya. Setelah menyusuri Sungai Selat Akar lalu berjalan kaki
menembus hutan alam gambut yang basah dan gembur sekitar 4-5
jam untuk sampai di lokasi (bedeng) tempat para pekerja bermalam.
Sesampai di hutan, esoknya saya menyaksikan rombongan
bekerja mengeluarkan kayu hasil menebang liar di hutan alam.
Mereka mengeluarkan kayu gelondongan menggunakan metode
yang sangat tradisional, dengan cara menggulik atau mendorong
kayu secara manual ke dalam parit (selokan kecil) yang lebarnya
sekira 60-70 cm, lalu diujung parit dibendung, sehingga airnya penuh.
Dengan cara itu kayu gelondongan sepanjang 5 meteran di dorong
yang panjang iritan kayunya bisa berkilo-kilo. Tugas para pekerja ini
selain memasukkan kayu di parit kemudian mengontrol jalannya