Page 30 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 30

Resonansi Landreform Lokal ...  17

              si”. Selain berbatasan dengan Desa Ngandagan, Desa Karang-
              anyar juga berbatasan dengan desa-desa lainnya, dengan perin-
              cian sebagai berikut: (1) di sebelah Utara dengan Desa Ngan-
              dagan; (2) di sebelah Timur dengan Desa Prigelan; (3) di sebelah
              Selatan dengan Desa Pituruh; dan (4) di sebelah Barat dengan
              Desa Prapag Kidul dan Desa Megulung Lor.
                  Oleh karena masyarakat Desa Ngandagan memiliki meka-
              nisme unik dalam hal pengelolaan tanah yang diwarisi dari
              leluhur mereka sejak tahun 1947, yang dikenal sebagai landreform
              lokal ala Desa Ngandagan, maka hal unik ini beresonansi di
              Desa Karanganyar. Tepatnya, terjadi resonansi landreform lokal
              ala Desa Ngandagan di Desa Karanganyar. Resonansi tersebut
              berupa mekanisme yang mewajibkan para pemilik tanah sawah,
              untuk menyerahkan hak garap atas sebagian tanah sawahnya
              kepada pemerintah desa, yang selanjutnya oleh pemerintah desa
              diserahkan hak garapnya kepada  keluarga petani yang tidak
              memiliki tanah sawah.
                  Ikhtiar landreform lokal di Desa Karanganyar memang belum
              mampu menjadikan keluarga petani yang tidak memiliki tanah
              sawah, dapat memiliki tanah dengan luas yang sesuai dengan
              penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian sebagai-
              mana diamanatkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 56 Prp
              Tahun 1960. Tetapi ikhtiar ini telah membantu keluarga petani
              yang tidak memiliki tanah sawah dapat menggarap tanah sawah
              seluas 90 ubin. Sebagaimana diketahui Pasal 8 Undang-Undang
              Nomor 56 Prp Tahun 1960 menyatakan, bahwa pemerintah
              (pusat) mengadakan usaha-usaha agar supaya setiap petani
              sekeluarga memiliki tanah pertanian minimum 2 (dua) hektar.
              Ketentuan ini rasional pada masanya, karena kondisi kepadatan
              agraris di level nasional pada tahun 1960 memungkinkan
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35