Page 31 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 31
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa
Tengah 2009–2029 Pasal 55, pantai selatan Jawa masuk di dalam
kategori kawasan rawan tsunami. Selain itu, banyak keistimewaan
ekologis yang tersimpan di wilayah ini, seperti gumuk berpindah
yang jumlahnya termasuk sedikit di dunia dan sebagai lokasi
tempat hidup satwa langka seperti bangau hitam. Wilayah pesisir
selatan Kebumen juga merupakan lahan pertanian hortikultura
yang menghasilkan semangka, melon, pepaya, cabai, bawang
merah, dan sayuran. Jika penambangan tetap dilakukan, lahan
pertanian akan beralih fungsi dan masyarakat tidak memiliki
kesempatan untuk bertani.
Alasan lain penolakan masyarakat adalah menyangkut
status tanah yang akan ditambang. Dalam surat izin produksi
tertera, luas lahan yang akan ditambang mencapai 591,07 hektare.
Dari luasan itu, tercatat 317,48 hektare tanah adalah milik Tentara
4
Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Jauh sebelum ada
rencana penambangan pasir besi, pengakuan tanah di Urutsewu
sebagai milik TNI AD telah ditolak oleh masyarakat. Masyarakat
juga menolak jika Urutsewu digunakan sebagai tempat latihan
dan uji coba alat utama sistem senjata (alutsista) karena merusak
lahan pertanian serta banyak ditemukan mortir aktif di lahan
pertanian setelah dilakukan latihan. Pemberian izin produksi
penambangan pasir besi menjadi sangat kontroversial. Apalagi,
komisaris PT MNC adalah seorang jenderal TNI AD sehingga
muncul dugaan kuat adanya bisnis TNI AD di balik penambangan
pasir besi.
Masuknya tambang di satu sisi dan klaim kepemilikan tanah
di Urutsewu oleh TNI AD di sisi lain adalah dua persoalan yang
saling berkait dan memancing perlawanan masyarakat Urutsewu.
Perlawanan itu segera menyebar dari ujung barat ke ujung timur,
4 Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup PT MNC
6 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik

