Page 96 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 96
lain. Warga bersedia membongkar gapura, asalkan TNI AD
memberikan ganti rugi. Namun, solusi yang ditawarkan
masyarakat tidak diterima oleh Dislitbang TNI AD, yang
justru mempermasalahkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
pendirian gapura. Masyarakat pun menilai, penolakan TNI AD
ini menjadi penghalang pembangunan potensi Desa Setrojenar
oleh masyarakat. Gapura tetap dibangun dengan bahan coran.
Sejak adanya gapura itu, pemasukan dana retribusi
parkir pengunjung menjadi lebih lancar. Retribusi parkir
yang terkumpul pada hari libur mencapai Rp800.000 sampai
Rp900.000 dan pada hari biasa mencapai Rp150.000. Dalam
sebulan, bisa terkumpul uang sampai Rp4 juta. Uang retribusi
hampir sebagian besar masuk ke kas desa, selebihnya untuk
membayar upah pemuda yang menjual karcis retribusi. Di sisi
lain, menurut Kepala Dislitbang TNI AD Mayor (Inf) Kusmayadi,
pendirian gapura tersebut mengganggu kegiatan latihan TNI AD
karena didirikan pada jarak 100 meter dari bibir pantai. Area itu
masih berada dalam area latihan tembak dan uji coba peralatan
TNI AD. Sementara itu, garis aman bagi masyarakat berada pada
jarak 750 meter dari bibir pantai. 39
Permasalahan tanah di Urutsewu masih berlanjut. Pada 14
Mei 2009, warga melakukan aksi unjuk rasa ke Gedung DPRD
Kebumen. Aksi ini diikuti oleh warga Desa Setrojenar, Entak, dan
Bercong yang menolak lahan pesisir sepanjang Kecamatan Mirit
hingga Kecamatan Ayah digunakan sebagai tempat latihan TNI
AD. Petani juga menolak klaim atas tanah warga oleh TNI AD.
Aksi ini didukung oleh elemen gerakan lain, seperti Persatuan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kebumen, Serikat Rakyat
39 Klaim TN) AD (ambat Perekonomian Urut Sewu .
Masalah Tanah dan Penambangan Pasir Besi 71