Page 346 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 346

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     319


                    dalam UUPA, bersifat merubah dan menggantikan  hak-hak
                    lama  yang  bersumber  pada  filosofi  serta  ajaran hukum adat
                    maupun hukum Barat/BW., menjadi salah satu jenis hak yang
                    ditetapkan  dalam Pasal 16  UUPA 1960.  Caranya,  melalui
                    perumusan  norma  baru  atas konsepsi hak-hak atas tanah
                    serta  hubungan keagrariaan  lama,  tanpa  kaitannya  dengan
                    filosof Bangsa dan Negara Indonesia. Sebaliknya, isi rumusan
                    hak guna usaha (HGU) dan hak buna bangunan (HGB)
                    dalam UU No. 5/1960 masih bersumber pada filosofi serta
                    ajaran maupun asas-asas hukum BW/KUHPInd. Maka akibat
                    hukum yang terjadi, adalah timbulnya  sengketa  menahun,
                    karena tindakan penegakkan hukumnya bertentangan dengan
                    tuntutan  minimal  rasa keadilan masyarakat yang masih
                    tunduk pada rasa keadilan menurut Hukum Pertanahan Adat.
               17. Perbedaan  lembaga  ‘konversi’ dengan ‘membawa ke
                   dalam pengaruh hukum pertanahan nasional’:
                       Perbedaan  perlakuan antara  penggunaan lembaga
                    ‘konversi’ dengan lembaga ‘membawa  ke dalam  pengaruh
                    hukum  pertanahan  nasional’,  sangat besar dan  mendasar.
                    Sebab lembaga ‘konversi’ bersifat menggantikan dasar- dasar
                    filosofi   maupun   ajaran   hukum   yang  menjadi   sumber
                    lahirnya persekutuan  masyarakat     hukum     adat   dengan
                    hak-hak atas tanahnya.  Sementara  lembaga ‘membawa
                    ke dalam pengaruh hukum pertanahan nasional’, justru
                    memelihara serta mempertegas filosofi dengan ajaran hukum
                    yang bersumber pada hukum adat yang diterjemahkan secara
                    kontemporer sehingga  layak  dilembagakan  kembali  menjadi
                    Hukum  Pertanahan  dan Agraria Nasional Indonesia. Jadi
                    melalui ‘konversi’, dasar-dasar maupun sumber filosofi serta
                    ajaran  lahirnya hak atas tanah adat  diganti  dan  diubah
                    dengan filosofi dan ajaran yang hakekatnya berbeda bahkan
                    bertentangan dengan rasa keadilan  masyarakat  sebagai
                    Bangsa Indonesia. Sebaliknya lembaga ‘membawa ke dalam
                    pengaruh hukum pertanahan nasional’, justru menegaskan
   341   342   343   344   345   346   347   348   349   350   351