Page 76 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 76
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960
yang menjadi landasan hukum pertanahan pada dasarnya disusun
untuk menciptakan kedaulaan di bidang agraria. Dalam rangka
mewujudkan reforma agraria, pemerintah telah berkomitmen untuk
menguatkan hak rakyat atas tanah. Komitemen itu dituangkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2015-
2019 yang menyebutkan bahwa untuk menngkatkan kesejahteraan
rakyat dilakukan melalui penyediaan obyek reforma agraria sekurang-
kurangnya 9 juta hektar yang selanjutnya akan didistribusikan kepada
rakyat (Sutaryono 2017).
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah perlu didukung
oleh masyarakat. Pembebasan lahan yang direncanaka akan diberikan
kepada rakyat akan menjadi sia-sia apabila tidak dimanfaatkan oleh
rakyat. Lahan yang ada hanya akan terbengkalai dan menjadi lahan
menganggur tanpa ada manfaat yang berarti. Oleh Karena itulah
rakyat perlu memanfaatkan lahan yang ada secara maksimal untuk
mendukung pembangunan nasional.
Rencana penambahan alokasi lahan oleh pemerintah secara
otomatis akan berimplikasi pada bertambahnya kebutuhan terhadap
jumlah sumber daya manusia yang memadai. Dibutuhkan sumberdaya
mausia yang cakap dalam mengelola dan memanajemen lahan untuk
menghasilkan sesuatu yang berarti. Hal ini untuk mendukung
penguatan hak atas tanah agar tanah tidak hanya dimiliki, namun
juga dimanfaatkan untuk menunjang cita-cita reforma agraria. Karena
itulah dibutuhkan lembaga baik itu formal maupun non formal untuk
melakukan kaderisasi bagi masyarakat, khususnya kaum muda untuk
membuka kesadaran akan pentingnya penguatan hak atas tanah.
Menurunnya kesadaran terhadap pentingnya penguatan hak
atas tanah di kalangan masyarakat telah disadari oleh sebagian lembaga
pendidikan. Oleh karena itulah banyak dari mereka yang menggagas
pendidikan yang mengarah pada upaya mendukung reforma agraria. Salah
satu lembaga pendidikan itu adalah pesantren.
56