Page 109 - Konsolidasi Tanah, Tata Ruang dan Ketahanan Nasional
P. 109
Konsolidasi Tanah, Tata Ruang, dan Ketahanan Nasional 95
penataan penguasaan dan pemilikan serta penggunaan dan
pemanfaatan, yang dilanjutkan dengan pengadaan tanah bagi
pembangunan prasarana jalan dan fasilitas umum lainnya,
maka tugas ini dipandang sebagai sesuatu yang melebihi
tanggung jawabnya (something beyond the call of duty).
Kalau perspektif ruang berkembang pada Kementerian
ATR/BPN saat ini, dipastikan pengelolaan administrasi
pertanahan akan dilakukan terintegrasi dengan aspek fisik
dari pertanahan. Tegasnya, secara perlahan-lahan pemahaman
bahwa tugas pertanahan hanya pada legalisasi aset akan
hilang dari birokrasi keagrariaan/pertanahan. Akhirnya,
manakala ada kegiatan pertanahan yang semata-mata
direduksi sebagai legalisasi aset, maka hal itu akan dipandang
sebagai sesuatu yang tidak lengkap atau tidak tuntas.
Terbangunnya kesadaran seperti ini akan berdampak positif
bagi perkembangan pelaksanaan KT di Indonesia. Gagasan-
gagasan kreatif tentang kebijakan pertanahan partisipatif
untuk mengefektifkan pemanfaatan ruang akan tumbuh dan
berkembang di Indonesia. Critical mass ini harus secepatnya
dibangun di lingkungan internal Kementerian ATR/BPN, baru
di instansi terkait lainnya, dan pada masyarakat.
Menarik juga mencermati penelitian yang menunjukkan
bahwa dipilihnya RALAS (Reconstruction for Aceh Land
Administration System) daripada KT untuk mengatasi
kerusakan pertanahan akibat tsunami Aceh tahun 2004 secara
tidak langsung juga diakibatkan oleh belum berkembangnya
dengan baik pengelolaan pertanahan berbasis wilayah
di jajaran BPN. Akibatnya, kerusakan berbagai aspek