Page 250 - Mozaik Rupa Agraria
P. 250
terlempar dari suatu penguasaan ruang dan bagaimana itu bisa
terjadi, serta bagaimana bentuk redistribusi agar ketimpangan
tidak terjadi terlalu tajam
Sungai-sungai kecil yang menghubungkan antara danau-
danau dengan Kapuas adalah sumber ikan yang berarti karena
ikan yang sedang bermigrasi melalui jalur yang sempit menjadi
mudah ditangkap. Hingga tahun 1980-an ketika penduduk
Empangau masih sedikit, Ketua Nelayan mempunyai peran
penting untuk menentukan siapa yang bisa dan yang tidak untuk
menangkap ikan di sungai. Pengaturan yang berlaku di Empangau
saat itu adalah dengan mekanisme giliran. Seseorang ketika akan
mengerjakan sungai harus minta izin kepada Ketua Nelayan
dan jika tahun ini sudah mengerjakan Sungai A misalnya, maka
tahun berikutnya ia tidak boleh mengerjakan sungai yang sama
agar warga lainnya mendapat kesempatan. Warga yang tidak
mendapat jatah mengelola sungai kecil cukup puas dengan hasil
tangkapannya di danau dan sungai Kapuas yang bebas.
Ketika populasi penduduk meningkat, warga berebut untuk
bisa menangkap ikan di sungai-sungai kecil. Untuk menghindari
konflik, mulai sekitar tahun 1994, diadakanlah pencabutan undian
untuk menentukan siapa yang berhak menangkap ikan di sungai-
sungai kecil tersebut. Ada puluhan sungai di kawasan Hutan
Sejap (daerah hutan adat di sebelah hulu kampung) dan kawasan
Penepian (hilir kampung) yang bisa diundi. Cabut undi ini
sifatnya bebas dan terbuka bagi seluruh warga Empangau. Tidak
semua sungai diundi, hanya sungai-sungai tertentu yang memiliki
potensi ikan besar yang diatur penangkapannya. Kawasan danau
(selain Danau Lindung) dan Sungai Kapuas adalah zona bebas
bagi siapa pun yang akan menangkap ikan di sana tanpa harus
diundi.
Agraria Perairan, Pesisir dan Perdesaan 237

