Page 370 - Mozaik Rupa Agraria
P. 370

Suatu  hari,  seorang  budayawan  dari Jogjakarta  (ia  masih
           satu keluarga besar  dengan Mas Dahlan)  didatangkan  oleh
           pemerintah dan pengusaha untuk mengisi sarasehan (pertemuan
           untuk persaudaraan) bersama warga kampung, untuk memberi
           penyadaran kepada  warga bahwa  pembangunan itu baik  dan
           berguna,  termasuk pembangunan  tambang  dan  pabrik  semen.
           Budayawan itu bilang,  pemerintah  dan  pengusaha itu  tamu
           yang  harus dihormati  dan dimuliakan,  karena  menghormati
           dan memuliakan  tamu  merupakan  ajaran luhur  dari leluhur
           kampung ini, ajaran Mbah Suro. Sebagian warga asli mengiyakan,
           sebagian menggumam kecewa. Pada kesempatan itu budayawan
           mengulangi  janji pemerintah  dan  pengusaha,  “Sedulur-sedulur,
           Saudara-saudara, jika nanti  ada  pabrik  semen  di  sini, maka
           Sedulur-sedulur akan dibikinkan rumah sakit dan sekolah.” Kang
           Saimin langsung bilang begini dalam bahasa Jawa ngoko, bahasa
           lantai satu, “Sebentar, Cak (Kang, khas Jawa Timur). Kalau ada
           rumah  sakit  berarti ada orang  sakit,  kalau ada  sekolah  berarti
           ada orang bodoh. Kami tidak mau sakit dan tidak mau bodoh!”
           Pertemuan itu langsung bubar begitu  Kang Gunarto minta ijin
           pulang  diikuti  seluruh  warga.  Kang Gunaryo  tampak bimbang
           tetapi menyusul pulang.
               Saya jadi mengerti kenapa kaum miskin  disingkirkan.
           Kemiskinan itu disandang orang miskin, dengan membasmi orang
           miskin maka kemiskinan akan ikut terbasmi. Lagipula, kemiskinan
           adalah  satu-satunya harta  orang  miskin, kalau kemiskinan itu
           dirampas melalui program pengentasan kemiskinan, mereka tak
           punya  apa-apa lagi. Betapa  teganya!  Tapi  pemerintah memang
           tega. Mereka memberikan kredit lunak  untuk berbagai  usaha
           kecil  agar kaum miskin berpenghasilan  cukup (syukur-syukur
           lebih dari  cukup)  sehingga  mampu  membelanjakan  uangnya
           untuk barang  dan jasa  yang harganya  semakin  tinggi. Sisanya
           bisa ditabung di bank untuk membiayai pembangunan, baik itu


                                         Gerakan dan Perjuangan Agraria  357
   365   366   367   368   369   370   371   372   373   374   375