Page 419 - Mozaik Rupa Agraria
P. 419
fungsi pesisir Gunungkidul sebagai industri wisata pantai berskala
nasional dan /atau internasional. Kedua agenda itu sinergi dalam
program penertiban dan penataan Tanah Kesultanan. Seluruh
pengguna Tanah Kesultanan diwajibkan terikat dengan surat
pinjam pakai (serat kekancingan) dengan konsekuensi sewa dan
sukarela mengembalikannya beserta bangunan dan tanaman
apabila Kesultanan membutuhkan. Agar mendongkrak bisnis
wisata raksasa maka para penguasa resmi berambisi mendatangkan
investasi dan menyiapkan perubahan tata ruang.
Adalah Eny Supiani, seorang pemodal pemegang kekancingan
untuk pantai tersebut di muka, ia hendak menyambut agenda
Keistimewaan DIY dengan mendirikan resort dan hotel,
menggantikan lapak-lapak kecil warga pembakal bisnis wisata.
Pada 2014, melalui pengacaranya ia membujuk, memecah belah
warga, dan lalu mengancam warga yang memilih bertahan.
Sejumlah orang akan dipidanakan karena ogah pindah. Di
tengah kebingungan warga, pimpinan Kelompok Sadar Wisata
(POKDARWIS) pantai dan sejumlah massa memilih proinvestor.
Sebagian kecil warga menghimpun massa dengan imbalan
berbagi sumber penghidupan, semula 70 orang menjadi 90 orang,
mereka membentuk Komunitas Celana Merah, sebuah kelompok
perlawanan, yang mana Patron Politik; Patron Ekonomi; dan
Patron Intelektual didaulat warga menjadi penasihat.
Patron Ekonomi dan Patron Politik aktif menempuh jalan
negosiasi dengan Kesultanan Yogyakarta, dan perlindungan hukum
melalui Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di
Yogyakarta. Lembaga ini mendampingi kelompok warga senasib di
beberapa wilayah. Salah satunya warga Gondomanan yang diusir
pemodal pemegang kekancingan, mereka kalah di persidangan
karena mengakui keberadaan kekancingan. Legitimasi atas status
Tanah Kasultanan dan Tanah Pakualaman tidak menjadi pilihan
406 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang

