Page 437 - Mozaik Rupa Agraria
P. 437
Dian di Ambang Padam
-katresnanku-
Semua tampak jernih di sini, lebih bening dari mata bayi.
Mereka kunikmati. Ikan-ikan beraneka warna—yang hilir mudik;
yang gesit cepat dan lembam lambat; yang galak dan jinak; yang
nyaring dan hening, dalam akuarium yang setiap saat dikuras
dan dibilas. Semakin sering kuamati, semakin mudah kupahami.
Siapa, apa, mengapa, bagaimana, bilamana.
Kesaktianku memungkinkan apa pun kuketahui. Beratus,
beribu, berjuta pasang mataku mengintai, mengamati, bahkan
ketika aku terlarut mimpi. Aku mendengar yang kumau, apa pun,
di mana pun, dan kapan pun. Juga berpasang-pasang kakiku.
Mereka membawaku ke mana pun yang kukehendaki, dalam
satu waktu ke berbagai tempat, dalam sekejap. Berpasang-pasang
tanganku bekerja tangkas tanpa bekas, cekatan tanpa kecacatan,
meraba, mencatat, menyamar, menghubungi, mengatur bidikan,
melenyapkan mangsa, menghapus jejak perburuan. Semua senyap
tanpa banyak cakap.
Membaca, berpikir, dan menyimpulkan. Itulah keahlianku
dan kesenanganku. Apa saja kubaca, kupikir, dan kusimpulkan.

