Page 510 - Mozaik Rupa Agraria
P. 510
serta politik kepemilikan tanah yang tidak dimiliki secara
individu. Ketiga, berkaitan dengan peran komunitas, pengelolaan
program di Indonesia tidak hanya untuk keluarga berencana
tetapi juga program lainnya, didukung oleh solidaritas komunitas
dan tekanan sosial dalam konteks administrasi publik dengan
struktur yang otoritarian dan bekerjasama dengan pimpinan-
pimpinan di pedesaan. Nigeria memiliki kehidupan politik yang
lebih bebas di level lokal, lebih tidak teratur, diatura oleh ikatan-
ikatan hutang budi (tidak bersifat paksan). Keempat, sistem
kepercayaan ini berkaitan dengan organisasi keagamaan yang
sangat potensial pada perilaku fertilitas. Di Indonesia, kampanye
keluarga berencana yang dilakukan dengan bekerjasama dengan
pimpinan muslim sangat membantu kesuksesan program ini. Di
Nigeria, kelompok muslim, kristen dan agama lokal cenderung
bersaing. Kesehatan menjadi domain dari jaringan para ahli
pengobatan tradisional yang seringkali resisten dengan program-
program fertilitas. Kelima pemerintahan, Indonesia ditandai
dengan administrasi publik, perlindungan fisik dan stabilitas
sosial yang relatif lebih efektif. Hal ini tidak dijumpai di Nigeria.
E. Refleksi Pengalaman Transisi Agraria di Nigeria dan
Indonesia
Awal mula dan kecepatan dari transisi demografi di sebuah
negara, seperti halnya pembangunan secara umum, merefleksikan
tidak hanya keunikan warisan dan bentuk intervensi kebijakan,
tetapi juga dampak dari kondisi ekonomi dan politik eksternal. 1
1 Sejarah transisi demografi ditandai dengan tidak adanya keterlibatan langsung pemerintah.
Ukuran keluarga yang lebih kecil merupakan respon yang dilakukan secara individual untuk
meningkatkan daya tahan hidup seorang anak dan adanya berbagai perubahan peluang yang
harus diantisipasi. Ini adalah pengalaman pada masyarakat di negara Barat pada awal abad
20 dan sebelum Perang Dunia ke II di Jepang. Hal ini terulang di Brazil pada perang dunia.
Ini yang terjadi pada rute kebijakan transisi demografi di Nigeria, yang terletak pada faktor
sosial ekonomi seperti pendapatan yang lebih tinggi, peningkatan pendidikan dan kesehatan,
urbanisasi serta ‘ideational change’ yaitu transformasi dalam perilaku dan nilai-nilai yang
berdampak pada fertilitas meskipun tidak secara langsung berkaitan dengan realitas faktual
yang terjadi saat ini.
Politik Ruang, Populasi dan Kesehatan Mental 497

