Page 83 - Mozaik Rupa Agraria
P. 83
hilangnya biodiversitas, berkurangnya sumber air bersih, dan
sebagainya. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kemajuan
eco-innovation bisa sesuai dengan lingkungan yang saat ini
semakin memburuk. Butuh waktu bertahun-tahun baik bagi
negara maju maupun negara berkembang untuk memodernkan
dan membuat kemajuan yang substantif. Negara-negara maju
dalam sistem dunia saat ini berada dalam tahap awal modernisasi
ekologi, dan belum memasuki modernisasi ekologi tingkat lanjut.
Dikotomi ‘Innovator’ dan ‘Adopters’
Merefleksikan apa yang diuraikan oleh Huber, satu hal
yang menjadi pertanyaan penting saya sejak awal adalah dengan
konsep ‘modernisasi’. Penggunaan konsep ini sehingga kemudian
muncul menjadi ‘modernisasi ekologi’ pada kenyataannya
menghadirkan dikotomi yang jelas yaitu antara ‘innovator’ dan
‘adopter’ yang dalam hal ini innovator secara jelas ditunjukkan
dalam posisi negara-negara maju yang mampu menginvestasikan
pengetahuan dan modal ekonominya dalam bentuk kecanggihan
teknologi sehingga mampu menjadi leader ataupun pioner dari
temuan-temuan yang kemudian akan menjadi desain teknologi
yang direplikasi di negara-negara yang lain. Sementara itu, posisi
adopter atau pengadopsi inovasi dilekatkan dengan negara-negara
bukan inovator yang diantaranya adalah negara berkembang.
Secara jelas di awal, Huber menjelaskan bahwa hambatan
penyebarluasan inovasi adalah ketidakmerataan pembangunan.
Dalam hal inilah ideologi penyebarluasan inovasi teknologi
lingkungan menjadi sangat bias. Bias dominasi akumulasi
pengetahuan dan modal ekonomi yang dimiliki oleh negara-
negara maju untuk bisa menjadikan paket teknologi lingkungan
yang diklaimnya sebagai inovasi itu ‘layak’ dan wajib direplikasi
oleh negara-negara yang lain. Tentu saja argumen yang berada
dibaliknya adalah keberlanjutan ekologi untuk masa mendatang.
70 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang