Page 302 - Kembali ke Agraria
P. 302

Kembali ke Agraria

               Asal Konversi Hak-Hak Barat, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
               No.3/1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan
               Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat.
                   Beberapa alasan dikeluarkannya aturan tersebut dikarenakan
               umumnya perkebunan tersebut telah dinasionalisasi dan dijadikan
               BUMN sekaligus melihat kenyataan bahwa sebagian besar direksi
               dan komisaris perusahaan ini adalah para pensiunan pejabat tinggi
               atau perwira militer yang dirasa penting diberi privilese. Hilanglah
               kesempatan rakyat mendapatkan kembali tanahnya.


               Dualisme ekonomi pertanian
                   Di lain pihak, korporasi swasta juga telah diberi keleluasaan
               lebih luas dalam mendapatkan HGU di atas tanah yang diklaim seba-
               gai tanah negara. Inilah bentuk pengulangan praktek Domein
               Verklaring dalam AW 1870 yang memanipulasi Hak Menguasai Nega-
               ra atas tanah dalam UUPA yang seharusnya dipandu oleh kewajiban
               diabdikan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan mem-
               punyai fungsi sosial.
                   Pemberian HGU selama ini telah mempertahankan dualisme
               ekonomi pertanian kita. Modus pemberian HGU semakin melebar
               dengan keluarnya PP No.40/1996, di mana hak itu bisa ditetapkan
               di atas tanah yang bukan milik negara melalui mekanisme pelepasan
               hak. Era ini telah membuat pengambilalihan tanah masyarakat adat
               semakin meluas dengan memanfaatkan minimnya pengetahuan hu-
               kum pertanahan oleh rakyat.
                   Penelusuran singkat ini, membuktikan bahwa praktek pemberian
               HGU di Indonesia selama ini sebenarnya “illegal” dalam pandangan
               masyarakat sekitarnya dan secara nyata berdiri di atas pelanggaran
               terhadap hak asasi manusia. Identiknya perkebunan sebagai simbol
               perselingkuhan hukum dan modal menjadikan perusahaan perke-
               bunan sasaran okupasi dan reklaiming tanah. Keadaan ini menje-
               laskan bahwa umumnya perusahaan perkebunan berdiri di atas
               perlawanan masyarakat dan setiap saat selalu berpotensi meletupkan


                                                                       283
   297   298   299   300   301   302   303   304   305   306   307