Page 67 - Kembali ke Agraria
P. 67
Usep Setiawan
masalah jelas sangat berbeda pengertiannya dengan menghindari
masalah. Jika dicermati dengan jeli, pemikiran Gus Dur tadi tak ubah
cermin dari upaya menghindari masalah yang sebenarnya ketimbang
menyelesaikannya secara jernih dan bijaksana.
Hemat penulis, ada sejumlah jalan lain yang tidak mustahil un-
tuk ditempuh, yakni, Pertama, soal ketergantungan Indonesia terha-
dap utang luar negeri yang sudah sedemikian kuatnya merupakan
penyakit ekonomi-politik lama (Orde Baru) semestinya menjadi prob-
lem krusial yang dikoreksi total oleh pemerintah baru. Untuk itu,
negosiasi-negosiasi untuk mendapatkan pinjaman dari IMF, Bank
Dunia, dan sebagainya perlu segera diperbarui dengan mempertim-
bangkan kondisi petani Indonesia yang semakin parah. Pemerintah
Gus Dur sebaiknya menghindari tindakan serampangan dalam
mengabulkan berbagai persyaratan para pemberi pinjaman yang tidak
memperhatikan kedaulatan nasional Indonesia.
Kedua, dampak politis agraria nasional Orde Baru adalah telah
terjadinya ketimpangan struktur penguasaan tanah pertanian, kon-
sentrasi penguasaan tanah, dan sengketa tanah yang tak berkesu-
dahan. Fakta menunjukkan bahwa semakin banyak petani yang
kehilangan tanah dan makin menyempitnya tanah pertanian yang
menyebabkan usaha petani menjadi tidak bernilai ekonomis lagi.
Untuk itu, perlu dikaji kemungkinan pelaksanaan penataan srtuktur
penguasaan tanah pertanian sekaligus penyelesaian sengketa tanah,
baik yang baru muncul maupun warisan orde baru. Kedua agenda
ini merupakan fondasi bagi upaya pemberdayaan petani kecil dan
petani tak bertanah yang kuantitasnya kian membengkak.
Ketiga, bahwa sepanjang berkuasanya Orde Baru telah terjadi
alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian secara massif.
Dalam 10 tahun saja (1980-1990) Indonesia, khususnya Jawa, telah
kehilangan sekitar satu juta hektar lebih lahan pertanian untuk kebu-
tuhan lain di luar pertanian, seperti untuk perumahan mewah (real-
estate), industri manufaktur, sarana pariwisata, fasilitas umum, dan
sebagainya. Untuk itu, upaya sistematis melalui kebijakan politik
48

