Page 58 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 58
Administrasi Pertanahan dan Larasita: Mengangankan Ruang Negosiasi-Partisipasi Rakyat di Level Desa
pemilihan sengaja menyembunyikan data pertanahan. Kondisi
ini mengakibatkan aparat desa sulit mengecek kebenaran semua
surat tanah yang diaku milik seseorang ketika, misalnya, terjadi
sengketa. Pihak aparat desa juga merasakan bahwa kondisi ini
rawan sekali terjadi pemalsuan dokumen pertanahan. Akibatnya
meskipun seseorang telah memiliki surat tanah hal itu belum tentu
menjamin keamanan tenurial. Disamping itu praktik mewawar
juga masih dilakukan dimana sekelompok orang membersihkan
satu bidang tanah tertentu yang dianggap tidak ada pemiliknya
kemudian tanah itu dijual dan hasilnya dibagi diantara kelompok.
Di kemudian hari ketika seseorang mengakui bahwa tanah yang
sudah di-wawar tersebut adalah miliknya sesuai dengan surat tanah
yang dipegangnya, kondisi ini memunculkan masalah sengketa.
Bisa saja terjadi pemilik tersebut kehilangan tanahnya.
e. Diskoneksi Regulasi Adminitrasi Pertanahan
Dalam konteks otonomi daerah, administrasi pertanahan bukan
hanya menjadi kewenangan BPN tetapi juga merupakan salah
satu kewenangan Pemerintah Daerah. Kewenangan daerah dalam
hal pertanahan tersebut meliput 9 kewenangan sesuai dengan
Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan
Nasional di Bidang Pertanahan. Sembilan kewenangan tersebut
adalah (a) pemberian izin lokasi; (b) penyelenggaraan pengadaan
tanah untuk kepentingan umum; (c) penyelesaian sengketa tanah
garapan; (d) penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan
tanah untuk pembangunan; (e) penetapan subyek dan obyek
distribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum
dan tanah absentee; (f) penetapan dan penyelesaian masalah
tanah ulayat; (g) pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah
— 39 —

