Page 80 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 80
Membaca Ulang Keberadaan Hak Guna Usaha (HGU) dan Kesejahteraan Rakyat
ini tetntu saja tidak dipisahkan dari dampak warisan struktur
agraria kolonial. Seperti yang diungkapkan Soetrisno (1983), Jawa
dengan adanya perkebunan menjadi pulau “pengekspor buruh
murah” bagi kepentingan pengembangan perkebunan di luar Jawa.
Hal ini bukan karena petani Jawa ingin bekerja di perkebunan
tetapi karena mereka tidak mempunyai alternatif lain disebabkan
Pemerintah Belanda tidak mau merugikan kepentingan ekonomi
pemilik modal perkebunan.
Dari penggalan riwayat hidup beberapa warga di lokasi
penelitian, beberapa warga transmigran (negara maupun spontan)
asal pulau Jawa memutuskan kembali ke daerah asalnya karena
areal transmigrasi yang mereka huni tidak mampu menjamin
keberlanjutan nafkah mereka. Selain itu juga disebabkan oleh
habisnya masa kontak kerja atau terkena PHK di perusahaan
tempat mereka bekerja.
Dari paparan sebelumnya muncul sebuah pertanyaan, “apakah
peningkatan kinerja (iklim) investasi di Kalimantan Selatan turut
dibarengi oleh kepastian keberlanjutan nafkah dan peningkatan
produktifitas rakyat?”
c. Produktifitas Rakyat
Kalimantan Selatan merupakan salah satu Propinsi yang berhasil
menekan angka kemiskinan. Bila pada tahun 2005 jumlah penduduk
miskin di Kalsel mencapai 235.700 jiwa atau 7,23% dari jumlah
penduduk maka pada 2008 penduduk miskin berkurang hingga
menjadi 218.900 jiwa (6,48%) yang ditandai dengan menurunnya
angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan meningkatnya usia
harapan hidup. Di samping peningkatan anggaran kesehatan,
penurunan angka kemiskinan turut ditunjang oleh kebijakan
layanan kesehatan strategis seperti kebijakan regionalisasi pelayanan
— 61 —

