Page 85 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 85
Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi
Gambar di atas menjelaskan beberapa hal, sedikitnya kita bisa
membedakan kebijakan Reforma Agraria dalam tiga periode besar: Orde
Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Ketiga periode tersebut tidak identik,
melainkan memiliki ciri pembeda yang cukup tegas. Dari sisi legislasi,
mungkin Orde Lama dan Reformasi memiliki prinsip yang sama dalam
hal asas, keadilan, transparansi, perlindungan hukum (Sutadi dkk. 2018),
dan kelembagaan namun berbeda dalam hal tujuan dan praktik serta
skema kebijakan. Sementara Orde Baru tidak menjadikan kelembagaan,
transparansi, dan keadilan sebagai dasar dari kebijakan Reforma Agraria,
karena Orde Baru memiliki agenda yang berbeda dengan Orde Lama,
Orde Baru tidak menghasilkan legislasi untuk menata penguasaan kepe-
milikan tanah secara adil, bahkan Orde Baru justru melucuti semua
infrastruktur hukum yang dibangun oleh Orde Lama untuk menjalankan
RA. Reforma Agraria ala Orde Baru justru fokus pada program resettle-
ment (transmigrasi) dengan mengedepankan pembukaan lahan untuk
masyarakat padat di Jawa dan memindahkannya ke luar Jawa yang
dianggap belum cukup padat. Di luar itu, orientasi RA periode Orde Baru
pada intensifikasi lahan pertanian dan menempatkan tanah untuk
pembangunan infrastruktur serta memfasilitasi industri perkebunan
skala luas.
Dilihat dari substansi pada level kebijakan, RA Orde Lama fokus
pada distribusi tanah untuk mengurangi ketimpangan sekaligus mencip-
takan keadilan dalam hal penguasaan lahan pertanian bagi penggarap.
Sukarno fokus pada distribusi lahan pertanian untuk petani yang tidak
memiliki tanah atau memiliki namun kurang dari 0.5 hektar. Sementara
pada periode Reformasi khususnya periode Joko Widodo, core isue dan
praktik RA justru bergeser menjadi legalisasi aset atau penguatan hak
masyarakat, dari sebelum bersertipikat kemudian disertipikatkan.
Walaupun demikian, dari sisi kebijakan, perluasan RA tetap terjadi, yakni
distribusi dan redistribusi aset, serta akses baik dari lahan non hutan
maupun lahan hutan. Perluasan lain yang cukup signifikan adalah pem-
berian hak pengelolaan dan pemanfaatan (akses kelola) kawasan hutan
produksi secara luas kepada masyarakat sebagaimana di atur dalam pera-
turan terkait Perhutanan Sosial (Peraturan Menteri LHK No. 83/2016 dan
57