Page 178 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 178
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
Tabel 4. Capaian Distribusi dan Pembayaran Ganti Rugi
Tanah, 1962-1968
No. Sampai Jumlah % Kenaikan Jumlah penerima % Kenaikan
dengan Akhir Redistribusi dari jumlah uang ganti rugi (Rp) dari jumlah
Tahun (HA) sebelumnya sebelumnya
1 1962 1.463 - 5.606.373 ± -
2 1963 161.064 ± 11.000% 43.008.625,97 ± 650%
3 1964 450.054 ± 170% 149.640.204,39 ± 250 %
4 1965 681.832 ±50% 489.307.804,66 ± 225%
5 1966 765.236 ±15% 1.889.799.340 ± 280%
1.889.799.34ub
6 1967 791.360 ±3% 3.558.289.81ub ± 90%
7 s/d Agustus 801.573 ± 1.25% 7.648.099,79 ub ± 115%
1968
,
Sumber: Penyuluh Landreform No. 6, Desember 1967.
Catatan: Sampai Juni 1970 terdapat 866.983 kepala keluarga petani yang
telah memperoleh tanah redistribusi seluas 682.698 hektar, jadi rata-rata
per kepala keluarga hanya memperoleh 0,75 ha.
Sebagaimana laporan kemajuan pada tabel di atas,
Majalah Penyuluh Landreform secara berkala dalam setiap
edisinya tetap melaporkan perkembangan landreform baik
ganti rugi maupun keseluruhan tanah yang sudah dire-
distribusikan kepada petani yang berhak. Problem ganti
rugi sebagaimana dijelaskan oleh Manurung (1971), ada
banyak kendala pada periode tersebut, selain situasi
ekonomi akibat inflasi yang hebat, negara juga tidak
memiliki uang. Sementara masyarakat penerima tanah
juga tidak bisa mencicil uang untuk ganti rugi karena
situasi dan kondisi ekonomi. Hal ini menyebabkan perso-
alan sederhana menjadi lebih rumit. Sisi lain, masyarakat
yang menyerahkan tanah tidak mau tau, karena tanah
sudah diserahkan sesuai peraturan, maka saatnya mene-
rima yang menjadi hak mereka.
Dalam laporan persoalan lainnya, majalah Penyuluh
Landreform menjadi corong untuk meyakinkan berbagai
pihak tentang kebijakan landreform yang tetap dijalankan
142

