Page 214 - Seluk Beluk Masalah Agraria : Reforma Agraria dan Penelitian Agraria
P. 214
Seluk Beluk Masalah Agraria
Congkok yang menjabat sekarang, juga sama. Dia adalah ang-
gota PNI sampai sekarang, dan pada awalnya juga turut serta
dalam persaingan kepala desa. Namun merasa yakin dia bakal
kalah, pada saat-saat terakhir sebelum pemilihan dia mengun-
durkan diri dan kemudian bergabung dalam barisan Sumotirto,
dan bahkan menjadi pendukungnya.
Selain Pamong Desa, biasanya juga terdapat beberapa figur
informal yang ketokohannya didasarkan pada kekayaan, pen-
didikan atau prestasi. Di Ngandagan, semua warga terkemuka
telah dimasukkan ke dalam pemerintahan desa, baik di dalam
Pamong Desa, atau sebagai Ketua RK, RT atau Kelompok. Pro-
gram penyuluhan pertanian yang dijalankan oleh Dinas Pertanian
Rakyat dan Dinas Pembangunan Usaha Tani selalu kesulitan
menemukan “tokoh kunci” di luar Pamong Desa, sehingga ke-
dua Dinas ini melaksanakan program-programnya melalui sa-
luran resmi.
Organisasi para petani, Kerukunan Tani, pada kenyataannya
juga “sebangun” (congruent) dengan desa itu sendiri, karena
seluruh petani penggarap menjadi anggotanya dan Lurah men-
jadi ketuanya. Hal yang sama juga terdapat pada organisasi pe-
rempuan. Semua perempuan di desa Ngandagan menjadi ang-
gotanya dan Bu Lurah menjadi ketuanya.
Meskipun ideologi politik komunis dianut oleh Lurah, yang
kemudian diikuti oleh mayoritas penduduk, namun tidaklah
terlalu keliru jika dikatakan bahwa di desa ini sisa-sisa norma
feudalisme masih banyak diikuti. Pada era feudal, kepala desa
biasa digunakan oleh Raja untuk mengumpulkan pajak. Di da-
lam desa sendiri Lurah sangat berkuasa dan dihormati layaknya
raja. Relasi-relasi sosial dimapankan dengan cara yang demikian
177

