Page 13 - Modul Sejarah Lokal Tokoh Perjuangan Lampung
P. 13
2
Masuknya kolonialisme Belanda di Lampung merupakan proses panjang yang
dipengaruhi faktor politik, ekonomi, dan hubungan antarwilayah. Sebelum kedatangan
Belanda, sistem pemerintahan masyarakat Lampung telah berjalan secara otonom
dengan menitikberatkan pada musyawarah dan mufakat di tingkat marga maupun adat.
Sistem ini sudah dianut sejak masa keratuan, terutama setelah pengaruh Kesultanan
Banten masuk ke Lampung. Oleh karena itu, ketika Belanda menerapkan sistem
sentralisasi pada abad ke-19, hal tersebut memicu perlawanan karena bertentangan
dengan tradisi politik lokal yang lebih demokratis (Mujiyati, 2017).
Sejak abad ke-17, Lampung menjadi incaran VOC karena potensinya sebagai penghasil
lada. Melalui hubungan dengan Kesultanan Banten, VOC memperoleh kendali atas
perdagangan rempah di Lampung. Bahkan pada 1651, Aria Adi Sentiko menerima
Lampung sebagai pinjaman dari VOC. Namun, hubungan antara Lampung dan Banten
tetap erat, baik dalam perdagangan maupun aliansi politik. Pelaut-pelaut Makassar
yang bermukim di Banten turut menjalin hubungan dengan Lampung, bahkan menjadi
perantara dalam lalu lintas laut Nusantara. Saat Banten jatuh ke bawah pengaruh VOC,
Lampung pun ikut terikat dalam lingkaran kekuasaan kolonial, meskipun rakyat sering
melakukan perlawanan (Bukri, 1981).
Pada masa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808–1811), kontrol Belanda
terhadap Banten dan Lampung semakin ketat. Daendels memerintahkan pembangunan
benteng di pesisir Banten serta jalan raya Anyer–Panarukan menggunakan sistem kerja
paksa (rodi). Kebijakan ini menimbulkan penderitaan rakyat: banyak petani tak mampu
mengolah sawahnya, kelaparan merebak, dan korban jiwa berjatuhan akibat penyakit.
Ketika Sultan Banten menolak menyediakan tenaga kerja baru, Daendels menyerbu
Keraton Banten pada 21 November 1808, menangkap Sultan, dan menghapus
Kesultanan Banten. Peristiwa ini berimbas langsung pada Lampung yang selama ini
berada di bawah pengaruh Banten. Sejak 22 November 1808, Lampung ditetapkan
sebagai wilayah yang langsung berada di bawah pemerintahan Belanda (Mujiyati,
2017).