Page 9 - Filsafat Islam Khansa.indd
P. 9

keberanian lebih untuk mengembalikan citra positif epistemologi irfânî dalam
              gugus epistemologi Islam yang komprehensif-integratif-ilmiah. Sementara itu,
              kelemahan burhânî terletak pada kenyataan bahwa—meski rasional—ia masih
              lebih didasarkan atas model pemikiran induktif-deduktif. Kedua metode tersebut
              sangat tidak memadai dalam perkembangan pemikiran kontemporer.   7
                   Berdasarkan hal itu, maka masing-masing bentuk epistemologi tersebut
              berarti tidak memadai digunakan secara mandiri untuk pengembangan keilmuan
              Islam, tetapi harus digunakan secara bersama-sama dan berkaitan. Maksudnya,
              ketiganya harus diikat dalam jalinan kerja sama sirkuler untuk saling mendukung,
              mengisi, mengkritik, dan memperbaiki kekurangan yang melekat pada masing-
              masing. Meski demikian, ketiga-tiganya sekaligus rasanya juga belum cukup
              untuk memecahkan persoalan-persoalan keagamaan kontemporer yang sangat
              kompleks sehingga perlu ditambah dengan epistemologi tajrîbî , yaitu bentuk
              penalaran yang mengandalkan pada eksperimen dan pengamatan objek fi sik
              secara langsung.
                   Meski demikian, jalinan keempat bentuk epistemologi di atas tidak dapat
              berjalan begitu saja, tetapi tetap harus didukung oleh disiplin ilmu-ilmu sosial
              modern, seperti hermeneutika, sosiologi, antropologi, kebudayaan, dan sejarah
              sehingga produk yang dihasilkannya menjadi aktual dan utuh. Karena itu pula,

              jalinan epistemologi tersebut juga tidak boleh bersifat fi nal, eksklusif, dan
              hegemonik, tetapi harus senantiasa terbuka dan inklusif. Sebab, fi nalitas dan
              eksklusivitas hanya akan mengantarkan pada jalan buntu dan tidak memberikan
              kesempatan bagi munculnya kemungkinan-kemungkinan baru yang mungkin
              lebih baik dalam menjawab problem-problem keagamaan dan kemanusiaan

              kontemporer. Di samping itu, finalitas dan eksklusivitas berarti menghilangkan
              kenyataan bahwa keragaman adalah keniscayaan dan keberagamaan adalah
              proses panjang menuju kematangan (on going process), bukan hal instan yang
              “sekali jadi”.
                   Buku ini adalah hasil revisi dari buku saya sebelumnya, Wacana Baru Filsafat
              Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004). Ada tambahan dan perubahan pada
              edisi ini. Tambahannya terletak pada Bab I Bagian Metafisika, yaitu Pemikiran

              Al-Kindi, juga data-data tahun pada keseluruhan Bagian dan Bab; sedangkan
              revisi atau perubahannya terjadi pada keseluruhan Bagian dan Bab, mulai awal
              sampai akhir, Bagian Kultural Historis bahkan berubah total. Dengan adanya

              7  Amin Abdullah, Filsafat Islam... hlm. x.


                                                 10
                                                 10

                                                                             pustaka-indo.blogspot.com
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14