Page 138 - Mereka yang dikalahkan Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 138
112 M. Nazir Salim
3. Tanaman Kehidupan: 1.904 Ha (5%);
4. Kawasan Lindung: 4.102 Ha (10%);
5. Sarana prasarana: 808 Ha (2%);
6. Areal Tidak Produktif: 2.895 Ha (7%), termasuk di dalamnya
areal tambang Kondur Petroleum SA, Bakrie Group. 31
Dengan dasar skema di atas dan modal SK Menteri Kehutanan,
RAPP dengan yakin melangkahkan kaki untuk melakukan kegiatan
pemanfaatan tanah yang menurut mereka sebagai suatu tindakan
yang legal. Tentu saja tindakan ini memicu ketegangan semakin
meningkat dan menjadi amunisi bagi warga Pulau Padang untuk
melancarkan aksinya. Dan terbukti sejak RAPP mulai melakukan
operasi memasukkan alat berat, membangun kanal, dan dermaga,
protes dan perlawanan serta sabotase dari warga semakin meningkat.
Berkali-kali aksi menggagalkan masuknya alat berat RAPP dan
ancaman kepada perusahaan. Secara naluriah, Borras dan Franco
menyebut sebagai reaksi untuk melawan atas perampasan yang lazim
karena ketika tanah mereka dibutuhkan dan tenaga kerjanya belum
tentu maka reaksi atas pengusiran adalah resisten untuk bertahan. 32
Sejak SK dikeluaran tahun 2009, RAPP tidak bisa bekerja dengan
lancar sesuai rencana karena protes-protes warga Pulau Padang,
sampai akhirnya Menteri Kehutanan menghentikan sementara
operasi RAPP di Pulau Padang pada tanggal 3 Januari 2012 diawali
dengan membentuk Tim Mediasi Penyelesaian Persoalan Izin RAPP
di Pulau Padang. Sekitar satu tahun pasca pengehentian sementara
31 Andiko, dkk. “Laporan Tim Mediasi Penyelesaian Tuntutan Masyarakat
Setempat Terhadap Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada
Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan
Meranti Provinsi Riau (SK.736/Menhut-II/2011 tanggal 27 Desember
2011), https://www.lapor.go.id/home/download/InfoLampiran/28.
32 Saturnino M Borras Jr & Jennifer C Franco, “Global Land Grabbing and
Political Reactions ‘From Below’”, Third World Quarterly, Vol. 34, No. 9,
2013, hlm 1732.