Page 12 - BS Sejarah Indonesia SMA Kelas 12 Edisi Revisi 2018_Neat
P. 12

Prawiranegara untuk menjadi ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia
                 di Sumatera Barat. Bahkan Soekarno juga memerintahkan kepada Soedarsono
                 dan LN. Palar untuk siap mengantisipasi bila suatu ketika terpaksa mendirikan
                 pemerintahan  pengasingan di India, meski  hal  ini akhirnya  tidak  terjadi.
                 Dengan kondisi kritis seperti itu maka Republik Indonesia dapat digambarkan
                 bagai “sebutir telur di ujung tanduk”.
                     Namun demikian Panglima Besar Soedirman sekeluarnya dari Yogyakarta,
                 langsung memimpin  pasukannya  untuk meneruskan  perjuangan  melawan
                 Belanda dengan melakukan perang gerilya. Sementara Kolonel A.H. Nasution,
                 selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa meneruskan  rencana pertahanan
                 rakyat yang yang telah disusun oleh Panglima Besar Sudirman, dan dikenal
                 sebagai Perintah Siasat Nomor 1. Salah satu pokoknya adalah menyusupkan
                 pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal ke garis belakang
                 musuh dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa
                 akan menjadi medan gerilya yang luas.
                     Dapat pula dikemukakan  peran Sultan Hamengku Buwono IX yang
                 telah  memberikan  dukungan  fasilitas  dan  finansial  untuk  keberlangsungan
                 berjalannya  pemerintahan  republik yang ditinggalkan  para pemimpinnya
                 tersebut. Menurut Kahin, dua kekuatan inilah yang menjadi sumber perlawanan
                 terhadap Belanda yang pada akhirnya memaksa Belanda untuk mengakhiri
                 perang menuju Konferensi Meja Bundar (KMB).

                     Kedua kekuatan yang digerakan oleh unsur sipil dan tentara  yang
                 melakukan gerilya menjadi amunisi yang ampuh bagi para diplomat kita yang
                 terus berunding di forum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Dengan strategi
                 perjuangan  tersebut di atas dengan mendapat  tekanan  Internasional   dan
                 dari Amerika Serikat sendiri yang mengancam akan menghentikan bantuan
                 Marshall Plan, maka Belanda terpaksa menandatangani perjanjian KMB yang
                 berisi “penyerahan kedaulatan” (souvereniteit overdracht).

                     Situasi dan kondisi perjuangan sebagaimana digambarkan di atas itulah
                 yang menjadi makna  nilai  persatuan  dari peringatan  kebangkitan  nasional
                 ke-40 di tahun 1948, yang menggerakkan perjuangan bangsa Indonesia yang
                 pantang menyerah dan pada akhirnya dapat mengakhiri upaya Belanda untuk
                 kembali menjajah.

                     Ancaman  disintegrasi  (perpecahan)  bangsa  memang bukan  persoalan
                 main-main. Tak hanya merupakan masalah di masa lalu. Potensi disintegrasi
                 pada masa kinipun bukan tidak mungkin terjadi. Karena itulah kita harus
                 terus dan selalu memahami betapa berbahayanya proses disintegrasi bangsa
                 apabila terjadi bagi kebangsaan kita. Sejarah Indonesia telah menunjukkan
                 hal tersebut.


                                                                        Sejarah Indonesia          3
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17