Page 41 - Cerita dari Suku Baduy
P. 41

Lalu tiba-tiba Adang menggeleng. “Tidak. Aku tidak ingin apa-apa. Semua yang aku

           butuhkan ada di sini,” katanya singkat, lalu berjalan lagi.


                  Aku dan Putri saling pandang. Aku merasa bersalah memaksa Adang berpikir dengan

           cara kami, meminta Adang memiliki keinginan seperti kami. Padahal Adang adalah Adang,

           anak suku Baduy Dalam yang akan setia memegang teguh adat istiadat dan ajaran nenek

           moyangnya tanpa membutuhkan apa pun dari dunia luar.


                  Meski tetap pegal dan lelah saat menanjak, perjalanan pulang terasa lebih cepat.

           Tiba-tiba saja kami sudah tiba di jalan setapak menuju kampung Baduy Luar.


                  Akhirnya kami tiba di Ciboleger. Paman Ajo langsung menghubungi mobil yang akan

           disewanya untuk mengantar barang hingga Kecamatan Rangkas.


                  “Adang  terima  kasih  banyak  yaa  bantuan  dan  kegiatannya.  Semua  sangat

           menyenangkan,” kata Putri saat kami akan berpisah, Adang menganggukkan kepala sambil

           terus tersenyum.


                  “Kami senang Putri dan keluarga berkunjung,” kata Adang.


                  “Adang terima kasih dan maafkan aku ya.” gantian aku yang bicara.


                  “Maaf untuk apa?” Adang tertawa lagi. Lalu dia mengeluarkan patung si Ciak dari

           tas kain yang ada di bahunya. “Untukmu, kalau bosan bisa dimainkan.” Adang memberikan

           patung  anak  ayam  kesayangannya  padaku,  sementara  aku  tidak  punya  benda  apa  pun

           sebagai kenang-kenangan untuknya.


                  Paman  Ajo  meminta  kami  bertiga  berpose,  lalu  memotret  kami.  “Nanti  kalau
           potretnya  sudah  jadi  akan  aku  bawakan  untuk Adang.”  Kata  Paman  Ajo.  Adang  sangat
           senang mendengarnya.


                  Kami  pun  akhirnya  berpisah.  Adang  meninggalkan  Ciboleger,  kembali  menuju
           kampungnya setelah mobil sewaan membawa kami pergi.

                  Paman  Ajo  mengeluarkan  kain  tenun  berwarna  biru  tua  dari  dalam  ranselnya,
           ukurannya kecil seperti syal. Lalu dia mengikatkan kain itu di kepalaku.


                  “Cocok sekali!” seru Putri.


                  “Ini hadiah karena Dika sudah berhasil menaklukkan tantanganku,” kata Paman Ajo.

           Lalu kami semua tertawa.

                                                                                                            33
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46