Page 10 - Kultur_jaringan_SMA_XI
P. 10

1.1 PENDAHULUAN




                               Sejarah  perkembangan  teknik  kultur  jaringan  dimulai  pada
                        tahun  1838  ketika  Schwann  dan  Schleiden  mengemukakan  teori
                        totipotensi  yang  menyatakan  bahwa  sel-sel  bersifat  otonom,  dan
                        pada  prinsipnya  mampu  beregenerasi  menjadi  tanaman  lengkap.

                        Teori  yang  dikemukakan  ini  merupakan  dasar  dari  spekulasi
                        Haberlandt  pada  awal  abad  ke-20  yang  menyatakan  bahwa
                        jaringan  tanaman  dapat  diisolasi  dan  dikultur  dan  berkembang
                        menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap
                        kondisi  lingkungan  dan  nutrisinya.  Walaupun  usaha  Haberlandt
                        menerapakan  teknik  kultur  jaringan  tanaman  pada  tahun  1902

                        mengalami  kegagalan,  namun  antara  tahun  1907-1909  Harrison,
                        Burrows,  dan  Carrel  berhasil  mengkulturkan  jaringan  hewan  dan
                        manusia secara in vitro.
                             Kultur  jaringan  tanaman  pertama  kali  berhasil  dilakukan  oleh
                        White pada tahun 1934. Menjelang tahun 1939, White melaporkan
                        keberhasilan pertama kultur kalus wortel dan tembakau. Pada tahun
                        1957, dipublikasikan suatu naskah kunci yang ditulis oleh Skoog dan
                        Miller  di  mana  kedua  pakar  ini  mengemukakan  bahwa  interaksi
                        kuantitatif  antara  auksin  dan  sitokinin  akan  menentukan  tipe

                        pertumbuhan dan peristiwa morfogenik yang akan terjadi. Penelitian
                        mereka pada tanaman tembakau menunjukkan bahwa rasio auksin :
                        sitokinin  yang  tinggi  akan  menginduksi  pembentukan  akar,
                        sedangkan  rasio  sebaliknya  akan  menginduksi  morfogenesis  pucuk.
                        Namun  sayangnya,  pola  respon  demikian  tidak  berlaku  universal.
                        Sementara manipulasi rasio auksin terhadap sitokinin telah berhasil

                        menginduksi morfogenesis pada berbagai taksa, kini sudah semakin
                        jelas bahwa berbagai faktor lain juga mempengaruhi kemampuan sel-
                        sel yang dikulturkan untuk berdiferensiasi menjadi akar, pucuk atau
                        embrio (Taji, 2006:1)

















         XI SMA/MA                                             2                               KULTUR JARINGAN
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15