Page 11 - kuljar fix_Neat
P. 11
PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada
tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori
totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan
pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi
Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa
jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang
menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap
kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt
menerapakan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902
mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison,
Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan
manusia secara in vitro.
Kultur jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan oleh
White pada tahun 1934. Menjelang tahun 1939, White melaporkan
keberhasilan pertama kultur kalus wortel dan tembakau. Pada
tahun 1957, dipublikasikan suatu naskah kunci yang ditulis oleh
Skoog dan Miller di mana kedua pakar ini mengemukakan bahwa
interaksi kuantitatif antara auksin dan sitokinin akan menentukan
tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenik yang akan terjadi.
Penelitian mereka pada tanaman tembakau menunjukkan bahwa
rasio auksin : sitokinin yang tinggi akan menginduksi pembentukan
akar, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi morfogenesis
pucuk. Namun sayangnya, pola respon demikian tidak berlaku
universal. Sementara manipulasi rasio auksin terhadap sitokinin
telah berhasil menginduksi morfogenesis pada berbagai taksa, kini
sudah semakin jelas bahwa berbagai faktor lain juga
mempengaruhi kemampuan sel-sel yang dikulturkan untuk
berdiferensiasi menjadi akar, pucuk atau embrio.
XI SMA/MA 2 KULTUR JARINGAN